REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Akademi Esports Nasional Garudaku Robertus Aditya menyatakan Indonesia masih harus belajar banyak membentuk ekosistem esports sehingga berdampak jangka panjang pada keberlangsungan olahraga itu, khususnya atlet.
Menurut dua, di Amerika Serikat dan dunia Barat, esports tidak hanya sarana mencari prestasi, tapi sudah masuk ranah entertainment.
"Pengembangan di sana tidak lagi selalu tentang terkait hal teknis atau kemampuan bermain, tetapi mereka justru sekarang pengembangan soft skill bagi para pemainnya," kata Robertus usai menjadi pembicara dalam Scholastic & Academic Esports Bootcamp di Jakarta pada Selasa (21/5/2024).
Dia meminta pemain-pemain profesional di Indonesia tidak bisa lagi hanya fokus mengembangkan permainan, tapi juga kemampuan lain seperti berkomunikasi sehingga bisa mendapatkan ganjaran lebih dari yang dikerjakan selama ini. "Itu yang membuat para pemain di sana banyak label brand yang sudah menempel ke dirinya, ini berbeda jauh dengan di Indonesia," kata dia.
Menurut Robertus, hambatan lain dalam mengembangkan ekosistem esport di Indonesia dalah peraturan dalam kontrak yang kerap berbenturan dengan aturan negara.
Kondisi itu merugikan para pemain dalam negeri. Peraturan kontrak yang dipermudah bisa membuat pemain mengembangkan diri, karir, soft skill, pengalaman, dan pengembangan karier di ranah yang berbeda.
Dua mengajak semua pihak sama-sama mengembangkan esports Indonesia supaya ekosistem terbangun sehingga berdampak panjang kepada karir pemain dan pemangku kepentingan.
Scholastic & Academic Esports Bootcamp adalah kerja sama antara Akademi Garudaku, Network of Academy and Scholastic Esports Federations (NASEF), dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia. Para peserta acara ini yang mencapai seratusan mendapatkan materi dari sejumlah praktisi dan ahli esport, seperti player development specialist NASEF/USEF Bethany Pyles, Global Senior Vice President & Founder at UniPin Debora Immanuela, dan Chair of the IESF Equity Committee Diana Tjong.