REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat politik dan militer Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting, mengungkapkan jika hasil penyelidikan kasus jatuhnya helikopter kepresidenan Iran terbukti ada keterlibatan Israel, kemungkinan Iran akan melakukan tindakan sangat tegas dan terjadi perang besar-besaran di kawasan Timur Tengah.
“Perang besar-besaran akan terjadi, karena Israel kerap melakukan provokasi untuk melibatkan Amerika Serikat agar terlibat dalam konflik bersenjata untuk mendukung Israel. Sebaliknya, Iran kemungkinan akan dapat dukungan penuh dari Rusia, China, dan Korea Utara,” kata Selamat Ginting di Jakarta, Rabu (22/5/2024).
Ia menanggapi kecelakaan helikopter di kota Tabriz yang menyebabkan tewasnya Presiden Iran Ebrahim Raisi (63 tahun). Helikopter naas itu ditumpangi Presiden Iran bersama beberapa pejabat, termasuk Menteri Luar Negeri Hossein Amir Abdollahian. Tujuan Presiden Iran Raisi menumpangi helikopter itu untuk meresmikan sebuah proyek bendungan Qiz-Walasi di perbatasan Azerbaijan. Insiden terjadi pada Ahad (19/5/2024) waktu setempat.
Menurut Selamat Ginting, apabila ada yang selamat dalam kecelakaan helikopter tersebut, sangat mudah untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Termasuk jika sistem record black box bisa mengungkap apa yang sesungguhnya terjadi sehingga helikopter kepresidenan Iran jatuh.
“Jika helikopter itu ditembak, pasti ada jejak dan bukti-buktinya. Kita tunggu saja hasil penyelidikan militer Iran,” kata Selamat Ginting yang pernah meliput di Istana Presiden Iran pada 2011 saat Mahmud Ahmadinejad memimpin pemerintahan Iran.
Dari hasil penyelidikan, kata Ginting, nantinya akan dapat diketahui apakah jatuhnya helikopter tersebut akibat kecelakaan biasa, karena kondisi cuaca yang buruk atau ada sabotase yang diduga melibatkan Israel, Amerika dan negara-negara sekutunya. Mengingat helikopter Bell 212 buatan Amerika Serikat.
“Tentu saja ada spekulasi-spekulasi seperti itu yang berkembang di Iran mengingat belum lama ini Iran membalas serangan Israel dengan meluncurkan sekitar 300 rudal dan drone ke wilayah Israel. Serangan balasan Iran dilakukan setelah Israel diduga menyerang Konsulat Iran di Damaskus-Suriah pada awal April 2024 lalu,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas itu.
Selama ini, lanjut Ginting, Iran senantiasa menghindari perang terbuka dengan Israel. Kendati Perdana Menteri Israel Netanyahu kerap memprovokasi terjadinya perang. Tujuannya tidak lain, untuk menarik Amerika Serikat turut serta dalam konflik bersenjata di Timur Tengah.
Dikemukakan, Iran lebih memilih untuk bersabar sambil membangun kemampuan militer dan nuklirnya. Sejumlah pihak memperkirakan akan terjadi perang antara Iran dengan Israel pada 2030 yang juga melibatkan milisi Hizbullah, Hamas, dan Houthi yang selama ini berani memberikan perlawanan terhadap tentara Israel.
Menurutnya, ada hal yang menarik dari pertemuan Presiden Iran Sayyid Raisi dan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev sebelum pembukaan bendungan Qiz-Walasi. Azerbaijan sebagai negara mayoritas Syiah dan merupakan negara tetangga Iran. Namun, Azerbaijan dikenal sebagai sekutu terdekat pemerintahan Zionis Israel. Azerbaijan merupakan pemasok minyak utama untuk Zionis Israel melalui pintu masuk dari Turki.
“Jadi kerja sama antara Iran dengan Azerbaijan antara lain sebagai bentuk diplomasi Iran agar Azerbaijan sebagai sesama penganut mayoritas Syiah memiliki hubungan bertetangga yang lebih bersahabat,” pungkas Ginting yang lama menjadi wartawan bidang politik dan militer.