REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Militer Cina memulai hari kedua latihan perang di sekitar Taiwan. Cina mengatakan latihan yang dianggap bertujuan menekan Presiden Lai Ching-te ini untuk menguji kemampuan mereka untuk "merebut kekuasaan" dan menguasai daerah tersebut.
Latihan dua hari di Selat Taiwan dan kepulauan sekitarnya dekat pesisir Cina digelar tiga hari setelah Lai dilantik. Taiwan mengecam langkah Cina tersebut.
Cina yang menganggap Taiwan bagian dari wilayahnya, menyebut Lai sebagai "separatis" dan mengecam pidato pelantikannya Senin (20/5/2024) lalu. Dalam pidato itu Lai mengatakan Beijing harus menghentikan ancamannya dan kedua belah pihak "tidak tunduk pada satu dengan yang lain."
Dalam pernyataan singkatnya, Komando Teater Timur Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) mengatakan pasukannya melanjutkan latihan yang dinamakan "Joint Sword - 2024A." "Latihan ini untuk menguji kemampuan bersama merebut kekuasaan, meluncurkan serangan gabungan dan menduduki wilayah-wilayah kunci," kata Komando Teater Timur, Jumat (24/5/2024).
Cina tidak pernah membuang kemungkinan menggunakan kekuatan untuk menegaskan kedaulatannya di Taiwan. Angkatan bersenjata Taiwan dimobilisasi untuk memantau dan membayangi pasukan Cina.
Kementerian Pertahanan Taiwan mempublikasikan foto-foto F-16 yang dilengkapi rudal berpatroli di ruang udara Taiwan. Kementerian juga merilis foto-foto kapal penjaga pantai Cina yang turut berpartisipasi dalam latihan gabungan dan kapal kelas corvette Jiangdao, meski tidak mengatakan kapan tepatnya foto-foto itu diambil.
Cina berulang kali menolak tawaran Lai untuk berbicara. Lai menegaskan hanya rakyat Taiwan yang berhak memutuskan masa depan mereka dan menolak klaim kedaulatan Beijing. Taiwan terbiasa dengan ancaman militer Cina dan latihan terbaru tidak membunyikan alarm peringatan di pulau itu. Kehidupan sehari-hari warga juga berjalan normal.
Di media sosial Cina, Weibo, "Komando Teater" menjadi kata yang paling banyak dicari. Sebagian besar komentar mendukung latihan gabungan itu. Kata "kembalinya Taiwan" menjadi topik lain yang juga banyak diperbincangkan.
Setelah kalah dari komunis Mao Zedong dalam perang sipil tahun 1949, kelompok nasionalis Cina melarikan diri ke Taiwan dan mendirikan Republik Cina. Taiwan masih menggunakan Republik Cina sebagai nama resminya meski hanya 12 negara kecil dan miskin yang mengakuinya secara diplomatik, seperti Palau dan Guatemala.
Dalam tajuknya surat kabar pemerintah Cina, People's Daily mengatakan rakyat Cina yakin wilayah bangsa tidak bisa dipecah belah, negara tidak boleh terlempar kekacauan dan rakyat tidak boleh dipisahkan. Surat kabar itu menambahkan tindakan "pemimpin wilayah Taiwan" baru-baru ini hanya akan mempercepat "kehancuran" pasukan pro-kemerdekaan Taiwan.
People's Daily mengatakan Cina bersedia menciptakan "ruang luas untuk reunifikasi damai" tapi tidak pernah membiarkan ruang "aktivitas separatis" di Taiwan. Pengamat, diplomat di kawasan dan pejabat pemerintah Taiwan mencatat skala latihan kali ini lebih kecil dibandingkan latihan serupa pada 2022.
Taiwan dan pemerintah asing juga sudah mengantisipasi latihan tahun ini tapi mereka mengakui masih terdapat resiko insiden atau kesalahan kalkulasi. Mereka mengatakan Beijing mengirimkan peringatan yang dikalibrasi dengan baik bahwa pasukan Cina dapat mencoba melakukan blokade yang cepat jika mereka ingin membuat Lai menyerah.