Jumat 24 May 2024 16:23 WIB

Menguji Kualitas Pendidikan Pesantren Sains

Pesantren sains menghadapi tantangan tidak ringan untuk mengembangkan pendidikan.

Red: Erdy Nasrul
Tata Septayuda Purnama saat sidang terbuka Doktor Pendidikan Islam.
Foto: Dokpri
Tata Septayuda Purnama saat sidang terbuka Doktor Pendidikan Islam.

Oleh : Deden Mauli Darajat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil penelitian menunjukkan bahwa integrasi sains-Islam yang diterapkan pesantren sains terbukti mampu meningkatkan kualitas pendidikan dengan menghasilkan lulusan santri saintis yaitu sosok yang memiliki keunggulan di bidang sains sekaligus keunggulan di bidang tafaqquh fi al-din.

Selama 79 tahun sejak Indonesia merdeka, terlihat jelas minat masyarakat terhadap pendidikan pesantren tetap kuat di setiap generasi. Pesantren-pesantren tua terus berkembang, sementara pesantren-pesantren baru terus bermunculan. Kekhasan pesantren mencerminkan identitas keaslian Indonesia di samping mengadopsi pendidikan modern. Pada perkembangannya pesantren kemudian menghasilkan dua wajah yaitu tradisional-salafiyah dan modern-khalafiyah. Termasuk perkembangannya kini, ada sejumlah pesantren mulai mempraktikkan sistem pendidikan yang khusus mengintegrasikan agama dan sains atau Pesantren Sains. Topik itulah yang diusung dosen Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Tata Septayuda Purnama dalam disertasinya berjudul, “Strategi Integrasi Sains-Islam dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan Pesantren: Studi pada Pesantren Sains Salman Assalam Cirebon Jawa Barat dan Pesantren Sains Muhammadiyah Sragen Jawa Tengah”. 

Baca Juga

Disertasi doktor UIN Sunan Gunung Djati Bandung itu dilatarbelakangi oleh fenomena kemunculan pesantren sains di Indonesia sejak dua dekade terakhir. Dengan memformulasikan integrasi sains-Islam, pesantren sains menghadapi tantangan tidak ringan untuk meningkatkan kualitas pendidikannya. Tantangan itu tercermin dari beragamnya rancang-bangun  kurikulum di pesantren sains, tingkat kompetensi pengajar sains di pesantren, prestasi santri dalam bidang sains, serta jumlah peminat yang mendaftar di pesantren sains. “Semakin banyaknya lembaga pesantren yang mencantumkan nomenklatur sains menegaskan bahwa pesantren tersebut berorientasi pada keunggulan sains, meskipun dalam praktiknya sulit menghasilkan tujuan yang diharapkan,” ujarnya. 

Wakil Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Pusat ini, menjelaskan bahwa konsep integrasi ilmu di Indonesia muncul karena adanya perbedaan antara pengetahuan agama (Islam) dan pengetahuan umum (sains) yang terkadang dianggap berjalan masing-masing. Disparitas ini juga disebabkan oleh perbedaan antara sistem pendidikan Islam dan sistem pendidikan modern, yang pada akhirnya menimbulkan masalah dikotomis bagi umat Islam. “Dengan demikian, pendidikan Islam, khususnya di pesantren, dapat memberikan perspektif yang lebih luas secara akademis dan sekaligus menanggapi tantangan globalisasi yang semakin berkembang di era kemajuan sains ini,“ imbuhnya.