REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah bakal memperketat pengawasan madrasah yang menerapkan sistem boarding atau asrama untuk mencegah kasus perundungan, seperti yang terjadi di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri Semarang, Susukan, Kabupaten Semarang.
Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag Jateng Ahmad Faridi, di Semarang, Selasa, mengatakan bahwa permasalahan perundungan di MTs Negeri Susukan masih dalam proses mediasi antara kedua pihak.
Namun, kata dia, persoalan yang terjadi di madrasah yang menerapkan sistem asrama tersebut juga sudah dalam penanganan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reskrim Polres Semarang.
"Sudah ditangani oleh kepolisian karena itu ada ranah pidananya. Tapi, kami sekarang sedang mediasi dengan keluarga korban maupun pelaku. Semoga dengan mediasi, hari ini mendapatkan solusi," katanya.
Ke depan, kata dia, pihaknya melakukan evaluasi dan memperketat pengawasan boarding school pada satuan pendidikan di bawah naungannya, apalagi Kemenag Jateng mempunyai program "Madrasah Aman Sehat".
Melalui program "Madrasah Aman Sehat", kata dia, di madrasah harus menciptakan rasa aman bagi siswa, yakni tidak ada perundungan dan tindak kekerasan di dalam proses pendidikan.
"Ada (evaluasi). Kami punya program namanya Madrasah Aman Sehat. Itu sudah ada aturannya, sedang disosialisasikan. Beberapa daerah sudah melakukan peluncuran Madrasah Aman Sehat," katanya.
Saat ini ada 50 madrasah di bawah kewenangan Kemenag Jateng yang menerapkan sistem boarding school, dan berkaca pada kejadian itu bakal ada pemberian sanksi pada instansi pendidikan yang bersangkutan.
"Madrasah banyak, sekitar 50 ke atas yang boarding school. Tentunya ada sanksi, teguran kepada lembaga tetap ada, karena itu kan kejadiannya di lingkup pendidikan, itu tanggung jawab bersama. Kepala Madrasah dan pengelola boarding," katanya.
Sebelumnya, D (14), seorang pelajar kelas VIII MTs Negeri Semarang disetrika di bagian dada oleh F (15) yang tak lain kakak kelas korban, diduga akibat korban tidak menanggapi saat diajak bersalaman usai shalat dan saling ejek.
Sampai saat ini, kata dia, korban masih menjalani perawatan dan pengobatan, serta pendampingan trauma healing, sedangkan pelaku masih "dirumahkan" atau diskors dalam waktu yang belum ditentukan.
"Kami sudah melakukan healing kepada korban, juga pelaku sudah dirumahkan dulu, tidak sekolah. Keluarga korban masih agak keberatan, tetap memaafkan, tetapi tetap jalan masalah ranah pidana. Masih mediasi," katanya.