REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Skema cicilan yang disediakan untuk membantu memenuhi biaya pendidikan di perguruan tinggi atau student loan hingga kini masih dalam pembahasan internal di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Penerapan student loan sendiri mengemuka setelah maraknya fenomena kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di beberapa perguruan tinggi negeri (PTN).
Menanggapinya, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengatakan student loan sebetulnya bisa menjadi salah satu alternatif mahasiswa. OJK pun mendorong adanya skema pembiayaan atau student loan yang lebih murah dari lembaga jasa keuangan, termasuk dari perbankan.
"Jadi sebenarnya produk jasa keuangan itu kan memang diperuntukkan untuk kemudahan masyarakat, untuk meningkatan kesejahteraan masyarakat asal pas gitu penggunaannya," ujar Friderica usai Pembukaan Harvesting Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia dan Bangga Berwisata di Indonesia (Gernas BBI-BBWI) Tahun 2024 di Lapangan DPRD Provinsi Sumatera Selatan , Ahad (26/5/2024).
Sehingga, meskipun bisa menjadi alternatif konsumen dalam hal ini mahasiswa juga perlu mengukur kemampuan diri apakah mampu membayar cicilannya. Friderica pun berharap, skema student loan nanti memudahkan para mahasiswa saat membayar.
Menurutnya, di luar negeri, student loan merupakan hal yang banyak dijumpai. Sementara, di Indonesia, apalagi untuk mahasiswa S1, jumlahnya masih minim
"Student loan ini kan ini menjadi satu alternatif saja yang bisa dipilih oleh mahasiswa gitu. Nah sekarang yang sudah ada kan banyak untuk S2, S3. Tapi yang kita dorong untuk alternatif itu kepada S1-nya. Bahkan, kalau bisa gratis ya bagus sekali kayak zaman saya kuliah dulu di negeri (PTN) kan biaya kuliah sangat murah, sangat terjangkau," tutur Friderica.
"Kami pun berharap nanti untuk skema (student loan) term and condition-nya dipermudah. Misalnya nanti kalau membayar nanti setelah dia (mahasiswa) bisa bekerja dan lain-lain. Jadi term and condition-nya bisa dibahas lah untuk semua pihak bisa win-win gitu," sambungnya.
Penerapan student loan sendiri mengemuka setelah maraknya fenomena kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di beberapa perguruan tinggi negeri (PTN). Banyak calon mahasiswa mengaku tak sanggup membayar UKT karena tak sesuai dengan kemampuan ekonomi keluarganya. Beberapa calon mahasiswa yang sudah terlanjur diterima di PTN, bahkan memilih mengundurkan diri karena keterbatasan ekonomi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah menyampaikan bahwa Dewan Pengawas Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) saat ini tengah menyiapkan bantuan pinjaman biaya pendidikan bunga rendah. Pinjaman ini diperuntukkan untuk mahasiswa (student loan) yang digunakan untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). Namun skema beserta aturan student loan tersebut masih dalam tahap pengkajian.
"Saat ini, terkait dengan adanya mahasiswa yang masih membutuhkan pinjaman, kita sekarang sedang membahas dengan Dewan Pengawas LPDP meminta untuk mengembangkan student loan," kata Sri Mulyani beberapa waktu lalu.
Sri Mulyani merincikan, student loan nantinya akan menyasar para mahasiswa yang tidak memiliki kemampuan secara ekonomi untuk membayar uang kuliah. Sumber dana student loan akan dialokasikan dari dana abadi yang tersedia pada progam LPDP.
Dibuatnya skema tersebut menurut Sri Mulyani, sangat diperlukan lantaran akses pendidikan harus dapat dinikmati oleh semua masyarakat. Oleh karena itu student loan dirancang agar biaya pendidikan tidak terlalu membebani para mahasiswa. Namun ia mewanti-wanti agar student loan tak mengalami gagal bayar seperti yang terjadi di Amerika Serikat (AS) sehingga berujung pada pinjaman yang justru membebani mahasiswa.