REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Kelompok Houthi di Yaman membebaskan lebih dari 100 tahanan di Sanaa. Kelompok yang didukung Iran itu mengatakan langkah tersebut merupakan "inisiatif kemanusiaan sepihak" untuk mengampuni para tahanan dan memulangkan mereka kepada keluarga mereka.
"Sebagian besar kasus kemanusian, termasuk sakit, terluka atau lanjut usia," kata kepala komite urusan narapidana Houthi, Abdul Qader Al Murtada, Ahad (26/5/2024). Al Murtada yang mengumumkan pembebasan para narapidana dan mengatakan tahanan itu merupakan tentara pemerintah yang ditangkap di medan perang.
Namun Pemerintah Yaman yang diakui masyarakat internasional mengatakan para tahanan itu bukan tentara tapi warga sipil yang diculik Houthi dari rumah mereka, masjid, atau tempat kerja. "Membebaskan korban-korban ini atas nama apa pun tidak membebaskan (Houthi) atas kejahatan ini," kata deputi menteri hak asasi manusia pemerintah Yaman yang diakui internasional, Majed Fadail di media sosial X.
Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengkonfirmasi pembebasan sepihak 133 tahanan "terkait konflik." Dalam pernyataannya ICRC mengatakan mereka memeriksa para tahanan untuk memastikan pembebasan mereka manusiawi dan bermartabat.
“Saya merasa sangat nyaman, seolah-olah saya dilahirkan kembali hari ini. Karena kami putus asa dan berpikir kami tidak akan pernah bisa keluar,” kata Murshed Al Jamaai, seorang tahanan yang dibebaskan.
Yaman terperosok dalam konflik sejak Houthi menggulingkan pemerintah dari ibu kota Sanaa pada akhir tahun 2014. Koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi melakukan intervensi pada 2015 untuk mengembalikan kekuasaan pada pemerintahan Yaman.
Pada Desember lalu, sudah disepakati garis besar peta jalan PBB untuk perdamaian di Yaman. Namun kemajuan menuju perdamaian mengalami kebuntuan setelah Houthi meningkatkan serangan ke kapal-kapal komersial yang berafiliasi dengan Israel di Laut Merah sebagai bentuk solidaritas pada rakyat Palestina di Gaza.
Serangan-serangan itu mengganggu perdagangan dunia, meningkatkan kekhawatiran pada inflasi dan memperdalam kekhawatiran perang Israel di Gaza dapat merusak stabilitas di sebagian Timur Tengah.