REPUBLIKA.CO.ID, QUANZHO -- Pada 1345, penjelajah Muslim tersohor, Ibnu Battuta, menginjakkan kakinya di Quanzhou, Cina. Kala itu kota Quanzhou dikenal dengan nama Zayton. Penamaan tersebut diyakini karena pada masanya banyak kapal pengangkut zaitun berlabuh di Quanzhou.
"Pelabuhan Zayton masuk di antara yang terbesar di dunia, atau bahkan yang terbesar," tulis Ibnu Battuta dalam catatan perjalanannya. Kutipan Ibnu Battuta tersebut dipampang di Museum Maritim Quanzhou, Provinsi Fujian, Cina. Pada Kamis (23/5/2024) lalu, saya, bersama 20 jurnalis lain dari kawasan Asia-Pasifik yang sedang mengikuti program China International Press Center (CIPC) 2024, diajak mengunjungi museum maritim pertama di Negeri Tirai Bambu tersebut.
Menurut saya, Museum Maritim Quanzhou menawarkan pengalaman tak membosankan bagi para pengunjungnya yang hendak belajar sejarah kota pesisir Quanzhou. Sebab museum tersebut tak hanya menampilkan artefak, tapi turut menyuguhkan animasi yang menggambarkan kehidupan di Quanzhou pada silam, termasuk kesibukan Jalur Sutra Maritim.
Begitu melewati pintu masuk, selain kutipan Ibnu Battuta, pengelola museum juga memampang catatan penjelajah Italia, Marco Polo, ketika berkunjung ke Quanzhou. "Di kota ini Anda harus tahu adalah Surga Zayton, yang membawa rempah-rempah dan segala jenis barang mahal lainnya ke sana," demikian kutipan Marco Polo yang dipatri di dinding museum.