REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Serangan udara Israel yang mengakibatkan kebakaran di tenda-tenda pengungsi di Kota Rafah, memicu kecaman dari pemimpin-pemimpin dunia yang mendesak Israel mematuhi perintah Mahkamah Internasional (ICJ) untuk menghentikan serangan ke Rafah. Serangan ini dilaporkan membunuh 45 orang.
Dalam suasana yang familiar sepanjang perang yang sudah berlangsung delapan bulan, keluarga-keluarga Palestina bergegas ke rumah sakit. Bersiap untuk memakamkan anggota keluarga mereka setelah serangan Israel membakar tenda-tenda dan tempat penampungan pengungsi.
Perempuan menangis dan pria berdoa di samping jenazah yang dikafani. "Seluruh dunia saksi Rafah dibakar habis Israel dan tidak ada yang melakukan apa-apa untuk menghentikannya," kata salah satu warga Rafah, Bassam melalui aplikasi kirim-pesan, Senin (27/5/2024).
Serangan itu dilancarkan ke barat Rafah yang Israel tetapkan sebagai zona aman. Petugas kesehatan setempat mengatakan tank-tank Israel melanjutkan pengeboman di daerah timur dan tengah Rafah, menewaskan delapan orang.
Militer Israel mengatakan serangan ke Rafah berdasarkan "intelijen presisi" untuk menumpas kepala staf untuk wilayah Tepi Barat Hamas dan pejabat Hamas lainnya yang merupakan dalang serangan ke Israel.
Sebelumnya militer Israel mengatakan mereka menghalau delapan roket yang ditembakan dari Rafah. Seorang menteri mengatakan tembakan itu menunjukkan perlunya operasi memerangi Hamas harus dilanjutkan.
Namun jaksa tinggi militer Israel mengatakan serangan udara "sangat mengerikan" dan penyelidikan sedang dilakukan.
"IDF (Angkatan Bersenjata Israel) menyesali kerugian pada semua non-kombatan selama perang," kata Mayor Jenderal Yifat Tomer Yerushalmi.
Serangan digelar ke pemukiman Tel Al-Sultan di mana ribuan orang mengungsi setelah pasukan Israel mulai serangan daratnya ke timur Rafah dua pekan yang lalu.
Lebih dari setengah korban merupakan....