REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tatkala seseorang sudah dikuasai keinginan yang sangat akan sesuatu, mata dan hatinya akan menjadi buta, akal sehatnya pun takkan berfungsi dengan baik.
Dia pun akan menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginannya tersebut. Dalam kitab Al Maqashid Al Hasanah karangan Al Sakhawi, terdapat sebuah hadis yang mashur tentang cinta.
حبٌك الشيئ يعمي و يصم“Cintamu pada sesuatu akan membuatmu buta dan tuli.” (HR Abu Dawud & Ahmad).
Orang yang tengah dirasuki keinginan menggebu cenderung melakukan tindakan yang tidak dibenarkan agama. Bahkan, sebagian besar tindak kriminal dan kezaliman, baik yang kasar maupun halus atau yang tampak maupun tersembunyi, berawal dari keinginan yang tidak terkendali.
Seorang pejabat rela memakan uang rakyat, karena ia tidak bisa menahan keinginannya untuk semakin kaya.
Seorang suami yang awalnya sangat alim, rela menjadi koruptor karena terlalu banyaknya keinginan sang istri.
Sepasang muda mudi rela berzina, karena syahwat yang tak terkendali. Begitu pula, seorang penguasa berani menghalalkan segala cara agar posisinya tidak tergoyahkan.
Keinginan yang sangat, sifat ambisius, dan kerakusan dapat pula melahirkan persaingan tidak sehat.
Akibatnya, untuk memenuhi sebuah keinginan, entah itu pada harta, pangkat, jabatan, atau populatitas, seseorang rela menjegal lawan saingnya, saling sikut, hingga injak bawah jilat atas.
Dari persaingan semacam ini lahirlah kebencian, dendam, dan dengki. Tatkala kita gagal meraih apa yang diinginkan, dan orang lain berhasil mendapatkannya, maka timbullah dengki. Dan setinggi-tingginya dengki adalah berupaya agar kenikmatan yang ada pada orang lain hilang atau berpindah pada kita.
Memperturutkan keinginan sama artinya dengan meminum air laut, semakin di minum semakin haus dan semakin ingin minum lagi. Apa sebabnya? Karena keinginan manusia itu tidak ada batasnya. Keberhasilan memenuhi apa yang diinginkan tersebut biasanya akan melahirkan keinginan-keinginan baru.