Selasa 28 May 2024 15:26 WIB

Ramai Polemik Potongan Tapera, Ekonom: Tidak Atasi Backlog Rumah

Huda mencatat setidaknya ada tiga poin yang menjadi persoalan.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ilustrasi pembangunan rumah bersubsidi.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Ilustrasi pembangunan rumah bersubsidi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, kewajiban iuran Tapera merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah dalam menyediakan pembiayaan perumahan untuk masyarakat berpendapatan rendah atau MBR. Huda menyampaikan kewajiban ini tercantum dalam undang-undang nomor 4 tahun 2016.

"PP yang ramai terakhir merupakan turunan dari undang-undang tersebut. Di UU jelas bahwa pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan minimal UMR wajib jadi peserta Tapera," ujar Huda saat dihubungi Republika di Jakarta, Selasa (28/5/2024).

Baca Juga

Huda mencatat setidaknya ada tiga poin yang menjadi persoalan dalam kebijakan tersebut. Salah satunya efektivitas UU Tapera dalam menyelesaikan persoalan backlog rumah di Indonesia.

Secara aturan, lanjut Huda, kewajiban ini sudah berjalan dari 2018 atau dua tahun setelah undang-undang Tapera terbit. Namun, hal tersebut tidak juga menyelesaikan masalah backlog perumahan di Indonesia.

"Nyatanya backlog perumahan masih terlampau tinggi, Bank Tabungan Negara (BTN) juga sudah disuntik PMN jumbo pada 2023 untuk membantu kepemilikan rumah," ucap Huda.

Poin kedua, lanjut Huda, terletak pada tujuan kewajiban yang masih tidak begitu jelas antara untuk investasi atau arisan kepemilikan rumah. Dalam beleid Tapera, Huda mengatakan, dana yang dikumpulkan dari peserta dikelola ke dalam beberapa portofolio investasi yaitu korporasi sebesar 47 persen, SBN sebesar 45 persen, dan sisanya deposito.

"Dalam beleid tersebut juga disebutkan, peserta berhak menerima informasi dari manajer investasi tentang dana dan hasil dari dana kita. Apakah kita diberitahukan setiap bulan di mana posisi kekayaan kita?" tanya Huda. 

Huda mengatakan pemerintah akan mudah menerbitkan SBN dengan alokasi SBN Tapera yang sebesar 45 persen. Pemerintah, lanjut dia, dapat dengan mudah menerbitkan SBN karena dapat dibeli badan pemerintah, termasuk BP Tapera dengan uang rakyat.

"Ingat, BI rate sudah naik yang artinya deposito sebenarnya lebih menguntungkan dibandingkan SBN. Pemerintah ingin menaikkan suku bunga SBN, tentu jadi beban utang. Ketika swasta enggan investasi di SBN, badan pemerintah jadi solusinya," kata Huda.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement