REPUBLIKA.CO.ID, SARAWAK— Indonesia dan Malaysia kompak mendesak Israel untuk mematuhi putusan Mahkamah Internasional (ICJ) yang dijatuhkan kepada Israel.
Dalam pertemuan antara beberapa negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dengan sejumlah negara Eropa di Brussels, Belgia, Ahad (26/5/2024), Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, mendesak Israel taat putusan ICJ.
“Pertemuan ini sangat penting artinya, di tengah semakin memburuknya situasi di Palestina dan semakin tidak diindahkannya keputusan-keputusan ICJ oleh Israel,” kata Retno dalam keterangan pers Kemlu RI, Selasa (28/5/2024).
Untuk itu, Indonesia mendesak OKI dan negara-negara Eropa untuk terus mendorong gencatan senjata segera dan permanen di Jalur Gaza.
“Kita semua harus berusaha agar Israel dapat mematuhi keputusan ICJ, termasuk menghentikan military offensiv Israel di Rafah. Tanpa hal tersebut, kelancaran pengiriman bantuan kemanusiaan tidak akan dapat dilakukan,” ujar Retno.
Oleh karena itu, kata dia, peran Dewan Keamanan PBB menjadi sangat penting. “Hal ini sengaja saya sampaikan mengingat beberapa negara yang hadir dalam pertemuan adalah anggota Dewan Keamanan PBB, seperti Inggris, Algeria, UAE, dan Slovenia,” katanya.
Kementerian Luar Negeri Malaysia (Wisma Putra) dalam siaran pers yang diakses di Kuching, Sarawak, Selasa, mengatakan serangan terus-menerus Israel, tanpa belas kasih dan disengaja terhadap rakyat Palestina melanggar keputusan ICJ pada 24 Mei 2024 lalu yang menuntut serangan tentara Israel di Rafah dihentikan segera.
Wisma Putra menyebut tindakan Israel terus mengabaikan keputusan Mahkamah Internasional menunjukkan sikap tidak hormat terhadap badan peradilan tertinggi di dunia dan prinsip-prinsip yang dijunjungnya.
Israel telah menyerang beberapa kamp perlindungan Palestina di Tal as-Sultan, Jabalia, Nuseirat dan Kota Gaza dalam waktu 24 jam yang telah menewaskan hampir 200 warga sipil tak berdosa.
Sebanyak 35.984 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak tewas, dan banyak lagi yang terluka, selama konflik yang berlangsung selama 234 hari tersebut.
Siaran pers itu menyebutkan ketidakpedulian masyarakat internasional terhadap kekejaman itu akan memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza yang semakin kritis, merusak tatanan dunia yang jelas-jelas berlandaskan prinsip keadilan dan hukum internasional.
Kekerasan yang sedang berlangsung hanya dapat dihentikan melalui upaya yang berkomitmen menuju perjanjian perdamaian yang komprehensif, untuk memastikan bahwa rakyat Palestina dapat hidup bermartabat, terhormat, dan aman di masa depan.