REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Gubernur Kepulauan Bangka Belitung 2017-2022, Erizaldi Rosman Djohan (ERD), mengaku tak tahu tentang potensi kekayaan alam yang berada di wilayahnya. Hal tersebut disampaikan oleh politikus Partai Gerindra itu saat diperiksa sebagai saksi di Kejaksaan Agung (Kejakgung), Senin (28/5/2024).
Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Khusus (Jampidsus) memeriksa ERD dalam penyidikan lanjutan korupsi penambangan timah ilegal di lokasi izin pertambangan (IUP) PT Timah Tbk di Provinsi Bangka Belitung. Kasus ini diduga merugikan negara lebih dari Rp 271 triliun sepanjang 2015-2022.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana menerangkan, ERD diperiksa tim penyidik selama tujuh jam sejak pagi, pada Senin (27/5/2024). “Ada 22 pertanyaan yang ditanyakan penyidik Jampidsus kepada saksi ERD selaku mantan gubernur Kepulauan Bangka Belitung,” kata Ketut, Selasa (28/5/2024).
Ketut mengungkapkan, materi yang ditanyakan kepada ERD terkait dengan potensi kekayaan alam timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Penyidik, kata Ketut, juga menanyakan kepada ERD perihal tata kelola komoditas timah yang dilaksanakan oleh PT Timah Tbk.
Selain itu ditanyakan juga kontribusi pertambangan timah terhadap kemajuan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Serta tingkat kesehatan dan pendidikan di Provinsi Bangka Belitung.
“Dari hasil keterangan yang bersangkutan, saksi ERD menjelaskan bahwa tidak mengetahui potensi kekayaan alam timah di Provinsi Bangka Belitung dikarenakan tidak memiliki data tersebut,” ujar Ketut.
Namun begitu, kata Ketut, dari penjelasan saksi ERD mengatakan, mengetahui adanya fakta terjadinya kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan timah ilegal di Bangka Belitung. Dan dikatakan ERD dalam kesaksiannya selaku pemimpin daerah pada periode tersebut, aktivitas penambangan timah yang tak pernah sebanding dengan pendapatan provinsi dari sektor pertambangan.
“Begitupun dengan tingkat kecukupan gizi, kesehatan, pendidikan, bahkan pariwisata yang terus-menerus mengalami penurunan. Dengan kata lain, saksi ERD mengatakan kepada penyidik, bahwa kekayaan alam dari sektor timah, berbanding terbalik dengan kesejahteraan masyarakat dan daerahnya,” ujar Ketut.
Dalam pengusutan berjalan, pada Selasa (28/5/2024), tim penyidikan Jampidsus memeriksa empat saksi. Mereka di antaranya, adalah PL, RP, SMD, dan HRT. “Keempatnya diperiksa sebagai saksi,” begitu ujar Ketut menambahkan.
PL diperiksa selaku koordinator lapangan di PT Tinindo Inter Nusa (TIN). RP diperiksa selaku asisten pribadi dari saksi Sandra Dewi (SD). Sandra Dewi, adalah isteri dari tersangka Harvey Moeis (HM). Dan SMD yang diperiksa selaku Sekretaris Divisi Pengembangan PT Timah TBK, dan HRT yang diperiksa selaku direktur PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS).
Penyidikan korupsi sementara ini sudah menetapkan 21 orang sebagai tersangka. Para tersangka sementara ini sudah dijebloskan ke sel tahanan sebelum dilimpahkan ke pengadilan, kecuali tersangka Hendry Lie (HL), dan tersangka BN yang sampai saat ini dinyatakan dalam kondisi sakit.
Tim penyidikan di Jampidsus juga sudah mengantongi angka kerugian negara terkait kasus ini. Dari penghitungan tim ahli Institut Pertanian Bogor (IPB), kerusakan lingkungan dan ekologis akibat penambangan timah ilegal di lokasi IUP PT Timah Tbk sebesar Rp 271 triliun. Nilai tersebut, dimasukkan ke dalam kerugian perekonomian negara. Sedangkan angka kerugian keuangan negara masih dalam penghitungan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).