Rabu 29 May 2024 10:47 WIB

Legislator Minta Pers dan DPR Urun Rembug Sikapi RUU Penyiaran

Pers dan DPR bisa urun rembug mencari win-win solution terkait revisi UU Penyiaran.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Erik Purnama Putra
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Guspardi Gaus.
Foto: DPR RI
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Guspardi Gaus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Guspardi Gaus menanggapi soal polemik RUU Penyiaran yang berkembang di publik. Dia menilai, insan pers dan DPR perlu urun rembug guna mencari solusi terkait polemik larangan media menayangkan konten eksklusif jurnalisme investigasi.

"Pers dan DPR bisa urun rembug guna mencarikan win-win solution. Agar persoalan yang dikhawatirkan teman-teman pers bahwa RUU penyiaran yang disinyalir akan mengekang kebebasan pers bisa disatukan pandangannya, kata Guspardi dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Baca: Prabowo Didampingi Erick Thohir Terima Pemilik Burj Khalifa

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyebut, kegalauan dari insan pers dalam menjalankan aktifitas jurnalisme dikarenakan dalam draf revisi UU tentang Penyiaran pasal 50 B ayat 2 huruf (c) memuat aturan larangan penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi. Oleh karena itu, memang diperlukan pembahasan yang mendalam maksud larangan penyiaran ekslusif jurnalistik investigasi terkait apa saja. 

Guspardi mendengar, yang diatur dalam beleid tersebut bukanlah merupakan jurnalisme investigasi yang terkait dengan pendalaman kriminal tertentu. Misalnya, membongkar bisnis ilegal, judi online, sindikat narkotika dan lain sebagainya, melainkan pelarangan konten siaran frekuensi publik untuk penyiaran dengan hak eksklusif. 

"Misalnya, ada artis nikah terus disiarkan berhari-hari secara eksklusif menggunakan frekuensi publik. Itu yang diatur," ucapnya.

Guspardi mengatakan, mengingat RUU tersebut baru tahap inisiatif dewan, Baleg DPR memastikan akan memberi ruang yang luas kepada insan pers dan masyarakat luas memberikan masukan dan kritik demi penyempurnaan draf RUU Penyiaran. Hal itu agar tak ada lagi kritikan dari kalangan media.

Sebelumnya, revisi atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran mengalami penolakan dari masyarakat. Revisi tersebut dikhawatirkan mengancam kebebasan jurnalis hingga ruang digital.

× Close

Penilaian Berhasil

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement