Rabu 29 May 2024 10:53 WIB

Muhammadiyah Salafi Alias Musa Layaknya Benalu, Mengapa Patut Diwaspadai? 

Muhammadiyah menghadapi fenomena salafi

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Kader-kader Muhammadiyah (ilustrasi). Muhammadiyah menghadapi fenomena salafi
Foto: ANTARA
Kader-kader Muhammadiyah (ilustrasi). Muhammadiyah menghadapi fenomena salafi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Keberadaan Muhammadiyah Salafi (Musa) di internal Muhammadiyah, menjadi perhatian serius Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Lantas mengapa entitas Musa ini diwaspadai keluarga besar Muhammadiyah?

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Syafiq A Mughni mengingatkan, memang Muhammadiyah harus hati-hati supaya amanah yang diberikan kepada Muhammadiyah itu tetap terjaga. Maka Muhammadiyah juga harus berhati-hati terhadap setiap usaha dari pihak yang ingin mengambil alih aset dari Muhammadiyah. 

Baca Juga

Ditanya, apakah yang dimaksud mengambil alih aset Muhammadiyah itu hanya masjid saja atau ada aset lain? Prof Syafiq menjawab, sebenarnya aset yang lain (selain masjid) juga harus waspada agar tidak diambil alih. Tapi yang paling sering terjadi itu adalah masjid. 

"Karena (masjid) pintu masuknya lebih mudah dibandingkan dengan amal usaha yang lain (milik Muhammadiyah). Misalnya sekolahan, rumah sakit, perguruan tinggi, panti asuhan, itu lebih susah untuk dimasuki," ujar Prof Syafiq. 

Prof Syafiq menjelaskan, kalau masjid, siapa saja boleh masuk, siapa saja boleh sholat di sana, siapa saja boleh berdoa di sana, siapa saja boleh membersihkan masjid, mau adzan, mau komat, mau ngimami. Itu yang maksudnya masjid lebih terbuka sehingga lebih rawan disusupi dan diambil alih.

Prof Syafiq ditanya lagi, apa dampak buruknya jika varian musa dibiarkan masuk Muhammadiyah tanpa diwaspadai. Menurutnya akan menimbulkan ketegangan di tengah masyarakat. Karena Muhammadiyah ini menganut wasthiyah. 

"Islam itu agama wasthiyah, sehingga tidak mudah mengkafirkan orang, tidak mudah membidahkan orang. Kita bersikap proporsional, tetapi kalau ada orang yang memanfaatkan masjid Muhammadiyah untuk mencaci maki orang lain, nah ini akan menimbulkan persoalan bagi Muhammadiyah," jelas Prof Syafiq.

Prof Syafiq mengatakan, pesan yang mereka (varian musa) sampaikan itu bertentangan dengan paham atau ideologi Muhammadiyah, tentu merugikan Muhammadiyah. Juga bagi orang lain mungkin punya kesan seolah-olah (pesan dari varian musa) itu identik dengan Muhammadiyah. Sehingga Muhammadiyah mendapatkan citra yang buruk. Akibat orang yang sebenarnya tidak mendapatkan persetujuan 

Lebih lanjut, Prof Mughni menjelaskan Muhammadiyah tidak mudah mengkafirkan dan membid'ahkan orang lain, seperti mereka yang suka mengkafirkan dan membid'ahkan orang lain.

Prof Syafiq mengatakan, sebenarnya Muhammadiyah merupakan organisasi yang luas, yang sikapnya lues dan pikirannya luas. Sehingga Muhammadiyah cenderung untuk menerima siapa saja yang ingin mengabdi kepada Muhammadiyah. 

"Tetapi jangan sampai keterbukaan (Muhammadiyah) itu kemudian dimanfaatkan untuk mengganggu Muhammadiyah, termasuk menyerobot aset yang sebenarnya milik Muhammadiyah," kata Prof Syafiq saat diwawancarai Republika di Aula Masjid At-Tanwir PP Muhammadiyah, Senin (27/5/2024).

Lantas apa perbedaan antara Muhammadiyah dan Salafi?  

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Agung Danarto membeberkan perbedaan Muhammadiyah dengan Salafi. Dilansir dari laman Muhammadiyah.or.id yang dipublikasikan setahun yang lalu.

Pertama...

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement