Rabu 29 May 2024 20:29 WIB

Persoalan Nikah Beda Agama Dibahas dalam Alquran

Alquran menyinggung soal pernikahan beda agama.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi Pernikahan
Foto: Pixabay
Ilustrasi Pernikahan

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Alquran telah menyebutkan soal pernikahan beda agama. Ini tercantum dalam Surat Al Baqarah ayat 221. Allah SWT berfirman:

"Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran." (QS Al Baqarah ayat 221)

Baca Juga

Siddiq Hasan Khan Al Qonuji dalam kitab tafsirnya berjudul Fathul Bayan fii Maqasid Al Qur'an, memaparkan, nikah yang dimaksud dalam ayat itu ialah yang dengan akad, bukan persetubuhan.

Dijelaskan bahwa dalam Alquran, tidak ada satu pun penjelasan yang menyebutkan bahwa makna pernikahan adalah persetubuhan, sekalipun yang melakukannya adalah orang yang beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Karena itu, dalam Islam, pengertian nikah merujuk pada akad pernikahan.

Adapun dalam ayat 221 Surah Al Baqarah, juga disebutkan mengenai larangan menikahi perempuan musyrik. Dalam hal ini, yang dimaksud perempuan musyrik adalah perempuan ahli kitab, karena ahli kitab termasuk musyrik.

Dari keumuman ayat 221 Surah Al-Baqarah itu, Allah SWT mengharamkan pernikahan kepada perempuan musyrik dan perempuan ahli kitab. Lalu turunlah ayat 5 Surah Al Maidah. Allah SWT berfirman:

"Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi."

Hal tersebut sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Malik, Sufyan bin Said, Abdurrahman bin Amr dan al-Awza'i.

Sebagian ulama berpendapat bahwa ayat 221 Surah Al Baqarah membatalkan ayat 5 Surah Al Maidah, sehingga, menurut pendapat ini, haram menikah dengan perempuan ahli kitab dan perempuan musyrik. Ini adalah salah satu dari dua pendapat Imam Syafi'i dan sebagian ulama lain juga berpendapat demikian.

Namun, pendapat tersebut menghadapi fakta bahwa Surah Al-Baqarah ayat 221 itu lebih dulu diturunkan, dari Surah Al Maidah ayat 5 yang diturunkan setelahnya.

Pendapat pertama seperti yang telah disebutkan di atas, merujuk pada riwayat dari Utsman bin Affan, Thalhah, Jabir, Hudzaifah, Said bin Al Musayyib, Said bin Jubair, Al Hasan, Tawus, Ikrimah, Al Sha'bi dan Al-Dhahhak. Diriwayatkan oleh Al-Nahhas dan Al-Qurthubi.

Sementara itu, Ibn Al-Mundzhir juga meriwayatkan dari dua sahabat dan Umar bin Khattab, yang berkata, "Tidak benar bahwa ada ulama di masa awal yang melarang itu (pernikahan dengan perempuan ahli kitab)."

Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa kata musyrik tidak merujuk pada ahli kitab. Sebab, Allah SWT berfirman:

"Orang-orang yang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak menginginkan diturunkannya kepadamu suatu kebaikan dari Tuhanmu. Tetapi secara khusus Allah memberikan rahmat-Nya kepada orang yang Dia kehendaki. Dan Allah pemilik karunia yang besar." (QS Al Baqarah ayat 105)

Dari ayat itu, dapat diketahui bahwa kata musyrik bersifat umum. Dengan demikian, keumuman tersebut sebagai bentuk penjelasan khusus untuk ayat 5 Surah Al Maidah, sebagaimana yang diriwayatkan dari Muqhatil bin Hayyan.

Muqhatil bin Hayyan mengatakan, ayat tersebut diturunkan ketika sahabat bernama Abu Martsad al-Ghanawi meminta izin kepada Nabi Muhammad SAW untuk menikah dengan perempuan dari kafir Quraisy bernama Anaq. Setelah itu, Allah SWT menurunkan ayat 221 Surah Al Baqarah, yang berisi tentang larangan menikah dengan perempuan musyrik.

Imam Bukhari mengeluarkan riwayat dari Ibnu Umar, yang berkata, "Allah melarang pernikahan perempuan musyrik dengan seorang Muslim. Aku tidak mengetahui kemusyrikan yang lebih besar dari seorang perempuan mengatakan Tuhannya adalah Isa atau hamba Allah."

Sumber

https://furqan.co/fath-albayan/2/221

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement