Rabu 29 May 2024 19:50 WIB

Jampidsus Dilaporkan ke KPK oleh Koalisi Tambang, Ini Respons Kejagung

Jampidsus Febrie Adriansyah dilaporkan ke KPK oleh Koalisi Sipil Selamatkan Tambang.

Rep: Bambang Noroyono, Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah saat memberikan keterangan pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Foto: Republika/Prayogi
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah saat memberikan keterangan pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (29/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai pelaporan hukum Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah terkait tuduhan korupsi dalam penjualan saham aset sitaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya adalah langkah yang keliru. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan pelaporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh KSST tersebut, berangkat dari ketidakpahaman para pelapor soal proses, maupun pihak yang bertanggung jawab atas penjualan saham sitaan PT Gunung Bara Utama (GBU) tersebut.

Ketut mengatakan, dalam proses pelelangan aset sitaan dari perkara korupsi yang ditangani Kejagung, tak ada peran serta, ataupun keterlibatan, apalagi campur tangan dari Jampidsus. Termasuk kata Ketut dalam proses lelang terbuka atas perusahaan tambang batubara milik terpidana Heru Hidayat (HH) tersebut.

Baca Juga

“Proses pelelangan terkait aset-aset PT GBU itu, dilakukan oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung, bersama dengan Direktorat Jenderal (Dirjen) Kekayaan Negara Kementerian Keuangan,” kata Ketut dalam siaran pers, Rabu (29/5/2024).

Menurut Ketut, pelelangan aset-aset PT GBU tersebut, pun dilakukan atas dasar perintah pengadilan yang sudah inkrah. “Dan mempertimbangkan hal tersebut, pelaporan yang ditujukan untuk Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah tersebut, adalah pelaporan yang keliru,” ujar Ketut.

Pelelangan terbuka PT GBU, pun sudah dilakukan pada 24 Agustus 2021 lalu. Dan dalam perjalanannya, kata Ketut, proses pelelangan aset-aset maupun saham PT GBU itu, berawal dari objek sitaan yang mulanya dalam penguasaan Kejagung dan dititipkan kepada BUMN PT Bukit Asam.

“Akan tetapi, dalam penitipan tersebut, PT Bukit Asam melakukan penolakan lantaran tidak beban utang, dan banyaknya gugatan,” ujar Ketut.

Selanjutnya, kata Ketut, Jampidsus atas nama Kejagung melakukan proses penyidikan atas gugatan keperdataan yang dilakukan oleh PT Sendawar Jaya atas kepemilikan PT GBU. Dan dalam gugatan pihak ketiga tersebut, Jampidsus-Kejakgung, sempat kalah di peradilan tingkat pertama. Akan tetapi, dari perlawanan banding, pengadilan tinggi memenangkan tuntutan Jampidsus-Kejakgung.

Namun begitu, penyidikan di Jampidsus menemukan adanya perbuatan pidana yang dilakukan pihak pemilik PT Sendawar Jaya, yakni Ismail Thomas dalam kemenangan gugatannya di peradilan tingkat pertama. Ismail Thomas adalah politikus PDI Perjuangan, anggota DPR Komisi-1.

Dari penyidikan itu, Jampidsus menetapkannya sebagai tersangka. Setelah itu kata Ketut, Kejagung mempercepat pelepasan lelang PT GBU dengan menggandeng tiga tim apraisal, atau penaksir harga.

Dari tiga apraisal tersebut  masing-masing menaksir nilai aset bangunan yang ada di objek sita PT GBU dengan nilai Rp 9 miliar. Akan tetapi, dari penaksiran kedua, senilai Rp 3,4 triliun. Dan setelah hasil apraisal tersebut, dilakukan lelang terbuka.

“Namun tidak ada satupun penawaran,” kata Ketut.

Karena itu, kata Ketut, melihat besaran harga taksiran yang cuma Rp 3,4 triliun, laporan KSST terhadap Jampidsus Febrie Adriansyah yang merugikan keuangan negara Rp 9 triliun merupakan tuduhan yang tak tepat. Pun selanjutnya, dari pelelangan lanjutan adanya penawaran Rp 9 miliar atas aset-aset saham kepemilikan PT GBU.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement