REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan, buku-buku yang direkomendasikan di dalam program Satra Masuk Kurikulum sama sekali tidak diwajibkan untuk digunakan di kelas. Buku-buku yang dinilai bermuatan vulgar pun sangat mungkin untuk dikeluarkan dari daftar tersebut.
"Memungkinkan untuk dicabut, ini menjadi masukan yang dibahas oleh tim kurator dalam memilih buku," jelas Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Anindito Aditomo kepada Republika, Rabu (29/5/2024).
Pria yang kerap disapa Nino itu menjelaskan, daftar rekomendasi buku sastra dalam program Sastra Masuk Kurikulum merupakan dokumen hidup yang dapat berkembang seiring waktu dan dapat diubah sesuai dengan kebutuhan. Tujuannya agar semakin banyak karya sastra yang dapat menjadi bahan ajar di sekolah sebagai salah satu cara meningkatkan minat baca dan budaya literasi.
"Kemendikbudristek terbuka terhadap saran, masukan, dan usulan dari masyarakat yang dapat disampaikan melalui laman buku.kemdikbud.go.id. Usulan dari masyarakat akan dikurasi sesuai kriteria pemilihan yang telah ditentukan," jelas Nino.
Menurut dia, daftar karya sastra dalam program Sastra Masuk Kurikulum telah melalui proses kurasi dengan kriteria yang dirumuskan tim kurator. Proses kurasi dilakukan oleh tim kurator yang terdiri atas sastrawan, akademisi, dan guru. Daftar itu tidak mewajibkan guru menggunakan buku-buku tersebut.
"Melainkan alat bantu bagi guru yang ingin menggunakan karya sastra untuk memilih karya yang sesuai untuk murid dan tujuan pembelajarannya," kata dia.
Nino menerangkan, program tersebut bertujuan untuk membantu guru dengan cara memberi penafian atau disclaimer dan keterkaitannya dengan capaian pembelajaran yang dijelaskan dalam panduan penggunaan buku sastra.
"Tujuan dari program Sastra Masuk Kurikulum adalah memasukkan karya sastra dalam proses pembelajaran guna meningkatkan minat baca, menumbuhkan empati, dan mengasah kreativitas serta nalar kritis murid di jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK," terang Nino.
Dia juga menuturkan, buku-buku tersebut adalah buku-buku yang sudah terbit dan beredar di Indonesia, dan sama sekali tidak diwajibkan untuk digunakan di kelas. Panduan yang dibuat oleh Pusat Perbukuan justru menjadi adalah alat bantu bagi guru yang tertarik menggunakan karya sastra dalam pembelajarannya.
"Justru buku panduan itu dimaksudkan untuk memberi peringatan ketika di sebuah karya sastra ada muatan yang sensitif, agar guru bisa bersiap dengan cara memandu muridnya, atau menghindari buku tersebut jika memang dirasa tidak cocok atau sesuai dengan muridnya," kata dia.