REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serangan udara Israel yang mengakibatkan kebakaran di tenda-tenda pengungsi di Kota Rafah memicu memanasnya geopolitik dunia. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, dilihat dari reaksi pasar kepada penyerangan Israel ke Rafah, tidak terlihat kekhawatiran yang cukup signifikan akan kenaikan tensi geopolitik di Timur Tengah.
"Kekhawatiran ini terefleksi dari penguatan terbatas dari aset safe haven, seperti Swiss Franc dan Yen Jepang. Namun demikian, di sisi lain, terjadi kenaikan harga minyak hingga sekitar 1 persen dalam 2 hari terakhir ini," kata Josua kepada Republika, Rabu (29/5/2024).
Beberapa dampak ekonomi dari geopolitik ialah risiko yang meningkat bagi rantai pasokan global, kenaikan harga komoditas, dan inflasi, serta kekangan likuiditas global yang terus berlanjut, hingga nilai tukar yang lebih rendah dan adanya arus keluar dana.
"Kami sendiri perkirakan eskalasi tensi ini cenderung temporer sejalan dengan usaha-usaha diplomatik di negara Eropa dan negara berkembang lainnya untuk menghentikan serangan Israel ke Palestina," sambung Josua.
Ia menambahkan, bila sentimen yang cenderung bercampur menjadi satu ini mungkin berkaitan dengan ekspektasi dari para investor bahwa tidak akan ada retaliasi yang signifikan terhadap Israel. Meskipun, memang Mesir sudah mengecam Israel akan serangan ini.
"Namun sejauh ini belum ada sinyal bahwa Mesir akan melakukan tindakan yang signifikan terhadap perdagangan di Terusan Suez," tutur Josua.
Sepekan setelah Israel menyerbu penyeberangan tersebut, Mesir mengerahkan pengangkut personel lapis baja tambahan dan tentara ke perbatasannya dengan Gaza di timur laut Sinai, menurut Yayasan Hak Asasi Manusia Sinai. Kairo juga menolak membuka perbatasan dari sisi Mesir sampai militer Israel menarik diri, dengan mengatakan bahwa pengoperasian perbatasan tersebut semata-mata merupakan urusan Mesir-Palestina.