REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam berbagai diskusi mengenai investasi sumber daya manusia (SDM), seringkali anak usia dini kurang disinggung jika dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Padahal, periode usia lima tahun pertama sering juga disebut sebagai periode kritis atau bahkan disebut sebagai usia emas.
Fitriana Herarti, ECED Ecosystem Development Lead Tanoto Foundation, mengatakan tidak semua orang memiliki pemahaman yang sama mengenai usia emas. Secara umum, usia emas menggambarkan periode usia tiga tahun pertama kehidupan.
“Pada usia tersebut, tumbuh kembang anak berlangsung dengan sangat pesat, yang tidak akan terulang lagi pada periode selanjutnya. Pesatnya tumbuh kembang ini didasarkan dari hasil riset ilmu syaraf dan perilaku selama beberapa dekade yang menghasilkan sejumlah fakta penting,” kata Fitriana dalam siaran pers, Rabu (29/5/2024).
Fakta pertama, kata dia, perkembangan otak dimulai sejak masa kehamilan hingga mencapai 80 persen di usia tiga tahun yang kemudian akan menjadi fondasi untuk semua capaian belajar, kesehatan, dan perilaku di periode usia selanjutnya.
Kedua, interaksi dua arah berupa serve and return antara orang tua atau pengasuh utama dengan anak menjadi kunci perkembangan otak yang optimal. Sebaliknya, interaksi yang negatif justru akan menjadi penghambat.
Ketiga, kapasitas otak untuk berkembang akan menurun dengan bertambahnya usia. Sebab itu, lebih efektif untuk mempengaruhi perkembangan otak pada usia dini daripada mengembangkan kapasitas otak di kelompok usia lainnya.
Keempat, kesehatan mental dan fisik, keterampilan sosial, kemampuan berpikir, dan bahasa yang berkembang di usia dini akan menjadi pondasi yang kuat untuk anak supaya bisa mendapatkan hasil pembelajaran yang optimal, sukses di dunia kerja, dan memiliki kemampuan sosial yang baik.
Fakta kelima, pengalaman negatif anak di usia dini, misal mengalami kekerasan, pengabaian, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan kesehatan dan gizi akan menghambat optimalisasi perkembangan otak.
“Berbagai fakta tentang perkembangan otak tersebut menjadi sebab pentingnya keterlibatan aktif dan kapasitas yang memadai dari orang tua. Pengasuhan tidak lagi cukup didasari oleh insting ataupun meniru bagaimana dulu orang tua diasuh, terlebih karena anak usia dini memiliki kebutuhan spesifik yang berbeda dengan kelompok usia lainnya,” jelas Fitriana.
Karena itu, pengasuhan di periode tiga tahun pertama, harus memastikan anak mendapatkan sejumlah hal. Pertama, kesehatan yang baik. Itu termasuk menerima semua imunisasi wajib, kebiasaan hidup bersih dan sehat sehingga anak terhindar dari infeksi berulang, misal diare, malaria, cacingan, campak, cacar, dan lainnya.
Hal berikutnya adalah gizi yang mencukupi dengan memberikan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), enam bulan ASI Eksklusif, Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) bergizi seimbang mulai usia enam bulan, dan ASI hingga dua tahun.
Selanjutnya, anak harus memperoleh pola asuh yang responsif, yaitu memberikan pengasuhan yang tanggap terhadap kebutuhan anak untuk mendapatkan kasih sayang, interaksi dua arah yang cukup, dan mampu mengenali perilaku-perilaku anak saat merasa tidak nyaman.
Pada usia tersebut, anak-anak juga harus mendapatkan kesempatan untuk belajar pada anak usia dini melalui bermain dan interaksi sehari-hari dengan orang-orang, anak lain, dan lingkungan di sekitar anak.
Terakhir adalah keamanan dan keselamatan, yakni memastikan anak berada dalam lingkungan yang aman, bebas kekerasan, terhindar dari ancaman kemiskinan yang mengakibatkan kebutuhan dasar anak tidak terpenuhi, serta penerapan disiplin positif dalam membentuk perilaku anak.
Fitriana menjelaskan, hasil studi yang dilakukan oleh Tanoto Foundation kepada kelompok orang tua dengan anak usia 0-3 tahun diketahui, ada dampak pada orang tua yang menerima pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan keterampilan pengasuhan di lima komponen di atas.
Pada studi yang dilakukan selama satu tahun di Jakarta, Pandeglang, dan Kutai Kartanegara itu menunjukkan, mereka mampu membantu anak untuk mencapai peningkatan kemampuan di aspek berpikir, bahasa, motorik, dan sosial-emosional lebih dari anak-anak dari orang tua yang tidak mendapatkan pelatihan atau pendampingan.
Hal itu dia sebut menunjukkan betapa pentingnya pengetahuan, kesadaran dan keterampilan pengasuhan orang tua untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini, dan juga masih banyak orang tua yang belum memiliki pengetahuan, kesadaran dan keterampilan untuk melakukan pengasuhan yang baik, responsif dan cukup bagi anak-anak mereka di usia 0 hingga 3 tahun.
"Studi ini juga menguji kualitas pengasuhan anak di rumah melalui instrument HOME (Home Observation for Measuring the Environment)," jelas dia.
Pada kelompok intervensi, peningkatan besar terlihat pada beberapa aspek utama pengasuhan anak, yaitu responsivitas dalam memenuhi kebutuhan dasar anak, pengelolaan kegiatan sehari hari anak, ketersedian dan variasi bahan-bahan untuk belajar melalui bermain, serta keterikatan emosional anak dengan orang tuanya, dibandingkan dengan kelompok non-intervensi.
Pengetahuan dan keterampilan mengenai pengasuhan anak usia dini juga penting untuk dipahami oleh para pengelola layanan pengasuhan sementara saat orang tua bekerja.