REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Setelah dipastikan menang melawan John Paul Bejar asal Filipina, karateka asal Indonesia, Iwan Bidu Sirait mengatakan, bahwa pertarungan itu tidaklah mudah.
Walaupun menang telak atas pesaingnya, Iwan Bidu Sirait harus mendapat persaingan sengit. Pada awal pertandingan, ia justru tertinggal dengan skor 0-2. Namun, ia kemudian bisa menyamakan skor menjadi 2-2 sebelum kemudian tertinggal 2-3.
Tak ingin pulang dengan tangan kosong Iwan langsung melaju cepat. Bahkan ia bisa mendaratkan tendangan telak yang berbuah tiga angka. Iwan pun unggul 10-4 di akhir pertarungan.
Iwan sebenarnya karateka muda yang masuk ke pelatnas pada gelombang terakhir. Performanya yang gemilang saat PON 2016 di Jawa Barat dan Piala Kasad, membuat dirinya ditarik ke tim pelatnas karate SEA Games 2017.
Menurut Iwan, kunci suksesnya saat bertarung di atas arena adalah bagaimana mendapatkan pukulan dan tendangan, namun juga bagaimana agar lawan membuat kesalahan.
Iwan mencontohkan di skor kritis pada awal pertandingan, ia berhasil membuat tiga kesalahan berturut-turut. Kesalahan pertama yaitu saat dia dan John dinilai sama-sama pasif dan tidak menyerang sehingga masing-masing dicatat melakukan satu kesalahan.
Mengetahui sama-sama telah mengumpulkan dua kesalahan, Iwan pun berpikir bagaimana lawan mendapatkan satu kesalahan lagi yang berarti ia mendapatkan satu tambahan skor. "Saya membuatnya keluar lapangan yang berarti ini adalah adalah tiga kesalahnya berturut-turut," ujar Iwan, Kamis (24/8).
Saat ditanya target selanjutnya, Iwan mengaku akan menjalaninya saja. Dia berharap masih bisa lolos ke pelatnas agar bisa terjun di Asian Games 2018.
Pemuda kelahiran 1994 tersebut memulai karate dari usia dini. Kejuaraan tingkat kabupaten (Toba Samosir) menjadi keikutsertaanya pertama kali diajang bela diri.
Tampil mengesankan Iwan ambil bagian di Pekan Olahraga Nasional (PON) 2016 Jawa Barat. Setelah itu ia mengikuti pelatnas untuk SEA Games Kuala Lumpur 2017.
Iwan menjadi tulang punggu dan teladan bagi keluarganya. Dirinya juga menjadi contoh bagaimana seorang anak yang bermodal semangat bisa meraih prestasi tinggi, walaupun berasal dari keluarga kurang mampu.
Di sisi lain, penyumbang medali emas karate bagi Indonesia, Cok Istri Agung Sanistya Rani mengatakan bahwa kunci suksesnya meraih keping emas pada SEA Games kali ini adalah semangat dan rasa optimis yang besar. "Semangat!, masa banyak teman-teman banyak yang bisa, masa saya enggak," ucap wanita yang akrab disapa Coki Ucil.
Keberhasilan lainnya menurut Coki ialah intruksi yang diberikan oleh pelatih selama di Pelatnas dan juga saat bertarung di SEA Games di mana ia turun pada nomor 61 kilogram dengan mengalahkan atlet asal Thailand, Arm Sukkiaw.
Pembawaanya yang ceria membuat Coki mudah akrab dan bergaul dengan siapa saja. Pantas saja semangatnya dalam merungkuh medali emas merupakan ciri khas yang melekat pada wanita asal Jembaran Bali ini.
Coki memupuk bakatnya sebagai seorang atlet karate di Dojo Garing Kerti di Jembaran Bali. Pertama kali ia dilatih oleh sang ayah.
Baru pada usia 15 tahun, yaitu pada 2010, Coki mewakili Indonesia untuk bertarung di kejuaraan yang diselenggarakan Asia Karate Federation (AKF) di Hongkong.
Dan kini dengan menjadi atlet karate penggunan Instagram dengan pengikut sebanyak 4707 itu sudah keliling ke banyak negara di dunia untuk mengikuti berbagai kejuaraan di tingkat internasional.