REPUBLIKA.CO.ID, HAMILTON -- Wakil Duta Besar Palestina untuk PBB Majed Bamya menyoroti suramnya situasi di Gaza dan meminta Dewan Keamanan (DK) PBB untuk menjunjung tinggi tugasnya dalam menetapkan batas perilaku yang sudah tidak dapat diterima.
"Jika kita memutuskan untuk mengadakan pemakaman setiap hati untuk setiap warga Palestina yang terbunuh dalam delapan bulan terakhir, maka kita membutuhkan waktu 100 tahun untuk memberi penghormatan (terakhir) kepada mereka semua," kata Bamya di DK PBB pada Rabu (29/5/2024).
Dia mengatakan Israel telah menghancurkan segalanya hingga hampir tiada lagi yang tersisa di Gaza.
“Tetapi masih ada segalanya di Gaza yaitu 2,3 juta orang yang terus-menerus berjuang melawan kematian selama delapan bulan terakhir. Mereka adalah korban, tetapi mereka juga pahlawan karena mereka menolak menyerah pada kematian,” ujarnya.
Meskipun ada tindakan pencegahan yang diperintahkan oleh Mahkamah Internasional (ICJ), Bamya menyebut Israel terus memblokade aliran bantuan kemanusiaan dan melancarkan bom ke para pengungsi Palestina yang tinggal di tenda-tenda di Rafah.
Menurut dia, dunia jelas bisa melihat bahwa tidak ada lagi tempat yang aman di Gaza, di mana anak-anak dibakar hidup-hidup.
"Kapan ini akan cukup? Berapa tingkat kekejaman yang harus dicapai sebelum serangan ini akhirnya diakhiri?" tanya Bamya.
Ia pun menegaskan bahwa Israel telah melanggar setiap batasan perilaku yang ditetapkan seluruh negara di dunia.
"Tidak ada batasan yang diberlakukan secara legal, rasional, dan kemanusiaan yang belum dilewati oleh Israel. Kini Israel melewati batasan yang ditetapkan oleh seluruh dunia di Rafah. Kini menjadi tugas Dewan ini untuk menegakkan batasan itu," kata Bamya.
"Bagi mereka, warga sipil kami bukan lah warga sipil. Dibandingkan warga sipil mereka, kami bukanlah manusia," ujarnya, menambahkan.
Dia mempertanyakan keinginan Israel untuk perdamaian dan keamanan bagi negaranya sendiri, tetapi terus memaksakan pendudukan terhadap Palestina.
Apalagi, Israel belum membayar kejahatannya terhadap bangsa Palestina selama 75 tahun terakhir.
“Jika setelah Gaza, setelah genosida, kita tidak memiliki akuntabilitas. Kapan kita akan memilikinya?” kata Bamya.
Wakil Dubes Rusia untuk PBB Anna Evstigneeva mendesak DK PBB untuk terus memberikan tekanan pada Israel serta sekutunya, AS, karena Tel Aviv tampaknya masih akan melanjutkan operasinya di Gaza meskipun tidak mencapai tujuannya.
"Jelas bahwa kita tidak bisa mengharapkan mesin militer Israel menghentikan tindakannya dalam waktu dekat," kata dia.
Evstigneeva mencatat bahwa tuduhan Israel atas kekerasan seksual dan keterlibatan pegawai badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) dalam serangan 7 Oktober tahun lalu, telah menjadi bumerang dan terbukti tidak berdasar.
Sementara itu, Wakil Dubes AS untuk PBB Robert Wood mencatat bahwa serangan udara Israel dan serangan serupa terhadap warga sipil pada 26 Mei lalu telah merusak “tujuan penting Tel Aviv di Gaza.”
Wood mengatakan AS juga menentang operasi militer besar-besaran di jantung Kota Rafah, yang akan membahayakan sejumlah besar warga sipil.
Menurut dia, ada alternatif yang lebih baik dibandingkan operasi besar Israel yang bertujuan mengalahkan kelompok Palestina, Hamas. Wood pun menyatakan keprihatinan atas terbatasnya jumlah bantuan yang sampai ke Gaza.