ShippingCargo — Indonesia sedang mempersiapkan peluncuran Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan (Sustainable Aviation Fuel/SAF) pada September 2024. Langkah strategis ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan pada ekonomi nasional dan regional.
Mengutip situs resmi Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) pada Selasa (29/05/2024), sebagai bagian dari inisiatif dekarbonisasi sektor penerbangan, pemerintah Indonesia menargetkan SAF untuk mengurangi emisi karbon dan menciptakan nilai ekonomi baru. Pengembangan SAF di Indonesia diharapkan mampu meningkatkan kemandirian energi dengan memanfaatkan sumber daya lokal seperti minyak jelantah dan residu minyak sawit.
“Berdasarkan hal tersebut, kami telah merancang Peta Jalan SAF yang meliputi kepastian off-take SAF serta mekanisme untuk mengurangi dampak harga, Distribusi SAF, Produksi SAF, serta Ketersediaan Bahan Baku,” ujar Deputi Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi, Jodi Mahardi .
Peta Jalan SAF yang telah dirancang akan berfouks pada bahan baku jelantah adan residu minyak kelapa sawit, atau crude palm oil (CPO). Rumput laut juga dapat menjadi alternatif, menurut Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan.
Untuk saat ini, fokus bahan baku SAF pada Peta Jalan yang dirancang adalah minyak jelantah dan residu minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Selain dua bahan baku tersebut, Menko Marves Luhut menyebutkan rumput laut sebagai bahan baku yang punya potensi untuk diteliti lebih lanjut.
Peluncuran SAF ini juga menandai kemajuan teknologi Indonesia dalam penelitian dan produksi biofuel, termasuk eksplorasi potensi rumput laut sebagai sumber biofuel. Dengan SAF, Indonesia tidak hanya berkontribusi pada pengurangan emisi global tetapi juga membuka peluang ekonomi baru, memperkuat posisi negara di pasar biofuel, dan mempercepat pencapaian target iklim nasional. (*)