Ahad 02 Jun 2024 06:18 WIB

Muhammadiyah Ramai Salafi, Sementara di NU Ribut Nasab Habib Ba Alawi

Polemik Salafi dan Ba Alawi memecah belah warga dua ormas Islam terbesar

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi. Polemik Salafi dan Ba Alawi memecah belah warga dua ormas Islam terbesar
Foto: Dok Tim BPN
Ilustrasi. Polemik Salafi dan Ba Alawi memecah belah warga dua ormas Islam terbesar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Polemik salafi yang dinilai mudah membidahkan dan mengkafirkan umat Islam lain yang berbeda dengan mereka ramai merasuk di Muhammadiyah.

Sementara, di dalam Nahdlatul Ulama (NU) ramai polemik nasab Ba Alawi setelah Kiai Imaduddin Utsman Al Bantani membongkar nasab Ba Alawi para Habaib di Indonesia bukan keturunan Nabi Muhammad SAW.

Baca Juga

Dalam Muhammadiyah sebenarnya sejak Juni 2021, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof Syafiq A Mughni sudah menyinggung varian Muhammadiyah-Salafi (Musa) agar jangan jadi benalu di internal Muhammadiyah.

Baru-baru ini, isu salafi di dalam Muhammadiyah mencuat kembali setelah kelompok yang mengklaim diri sebagai salafi mengomentari ceramah Ustadz Adi Hidayat (UAH) soal musik. Para pemuka agama salafi gencar mengharamkan musik, tidak sedikit pengikutnya yang membagikan potongan ceramah ustadz salafi yang mengharamkan musik.

UAH sebelum menyampaikan tentang hukum musik dałam Islam, menyampaikan terlebih dahulu bagaimana sikapnya secara pribadi terhadap musik. 

"Pertama saya menyampaikan sikap, sebelum menyampaikan hukum. Sikap saya terhadap musik, karena saya senang dan cinta Alquran dan berharap menjadi bagian dari ahli Quran, maka posisi saya menjauhi musik, karena saya tidak suka musik. Gelombang musik tidak sama dengan gelombang  Alquran, itu poin saya,” kata UAH dalam sebuah video yang diunggah oleh akun Indonesia Mengaji dan dikutip Republika.co.id, Rabu (8/5/2024).

UAH menambahkan, adapun terkait hukum musik, mesti jujur, sampaikanlah bagaimana pandangan ulama tentang hukum itu. Walaupun punya sikap berbeda terhadap pandangan ulama tersebut, hukum harus tetap disampaikan.

UAH menjelaskan bahwa hukum mengenai musik menurut pandangan ulama ada tiga aspek. Ada yang mengharamkan musik secara mutlak, ada yang menghalalkan musik secara mutlak, dan ada yang menghalalkan musik dengan catatan.

UAH menjelaskan bahwa sama seperti perbedaan pandangan ulama mengenai qunut pada sholat Subuh. Muslim yang melaksanakan qunut memiliki dalilnya sendiri, begitu juga Muslim yang tidak menggunakan qunut memiliki dalilnya sendiri.

“Antum mau qunut boleh, țapi antum sampaikan dalil yang tidak qunut. Supaya nanti saat ada orang tidak qunut, antum mengerti. Anda tidak qunut boleh, tapi ketika anda tidak qunut pun harus disampaikan dalil yang qunut bagaimana, supaya tidak mencela ketika orang menunaikan qunut," kata UAH.

Pemuka agama atau ustaz dari salafi tetap mengharamkan musik, tanpa menyampaikan ada dalil ulama yang juga menghalalkan musik dengan catatan atau tidak dengan catatan.

Seiring dengan ramainya...

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement