REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut Prof Faisal Ismail dalam Islam: Dinamika Dialogis Keilmuan, Kebudayaan, dan Kemanusiaan (2021), kebudayaan di dunia ini dapat dipilah menjadi dua, yakni kebudayaan agama dan kebudayaan sekuler. Yang pertama berarti kebudayaan mengambil sumber nilai-nilai dari agama tertentu. Adapun jenis kedua meyakini terlepasnya nilai-nilai agama dari dasar, motivasi, dan orientasi budaya suatu masyarakat.
Kebudayaan Islam tentunya didasarkan pada ajaran agama ini, bukan norma masyarakat tertentu. Tidak bisa dikatakan, umpamanya, budaya yang islami haruslah kearab-araban hanya karena bangsa Arablah yang pertama kali menerima risalah Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, mengikuti sifat universal Islam, kebudayaan religius yang mengambil inspirasi dari Alquran dan Sunnah dapat tumbuh dan berkembang di manapun dan dalam periode kapan pun.
Salah satu wujud ekspresi budaya ialah kesenian. Lantas, bagaimana memahami seni islami?
Definisi seni islami
Ada beragam teori tentang seni. Bagaimanapun, seni yang diapresiasi sebagai karya islami memiliki sejumlah kekhasan. Seni islami mempertemukan antara keindahan (al-jamal) dan kebenaran (al-haq). Maka dari itu, hasil kesenian yang islami tidak harus membawa-bawa nama Islam. Asalkan ekspresinya selaras dengan perspektif agama ini, kriteria islaminya sudah bisa dikemukakan.
Demikian menurut seorang pemikir dari Mesir, Syekh Muhammad Quthb, dalam kitab Manhaj al-Fann al-Islamiy, seperti dinukil dalam buku Prinsip dan Panduan Umum Seni Islami. Sang syekh mendefinisikan seni islami sebagai “ekspresi yang indah mengenai alam semesta, kehidupan, dan manusia melalui sudut pandang Islam.” Keindahan pun dipahami dalam ketiga lingkup sekaligus, yakni secara lahiriah, batiniah, dan maknawi.
Bersumber pada kebenaran
Karya seni dan budaya, agar bisa dikatakan islami, haruslah merujuk pada kebenaran, yakni Alquran dan Sunah Rasulullah SAW. Menurut Prof Ismail Raji al-Faruqi, seni islami pada hakikatnya ialah funun al-Qur’aniyah atau hasil cipta yang bernafaskan Alquran. Kitab suci itu pun menjadi inspirasi paripurna bagi para seniman Muslim, baik lelaki maupun perempuan.
Ada cukup banyak dalil yang bisa dikaitkan dengan seni, sebagai sarana mengungkapkan keindahan. Nabi SAW bersabda, “Sungguh, Allah Maha Indah dan menyukai keindahan. Dalam surah al-A'raf ayat 26 disebutkan, yang artinya, “Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik.”
Sarana zikir
Penciptaan seni islami bertujuan ibadah. Karya-karya pun dimaksudkan sebagai sarana bagi kreator dan penerimanya untuk berzikir, banyak-banyak mengingat Allah SWT. Menurut Prof M Quraish Shihab, siapapun yang mempertemukan secara indah hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, maka upayanya itu adalah seni islami.
Karena itu, seni islami tidak mengenal perspektif “seni untuk seni.” Sebab, seni adalah salah satu dari sekian banyak aspek kehidupan. Dan, bagi seorang Muslim, seluruh gerak dan diamnya harus diarahkan kepada-Nya. “Shalatku, ibadahku, hidup dan matiku adalah untuk Allah Swt” (QS al-An’am: 162).