Senin 03 Jun 2024 10:10 WIB

Pemuda Al Washliyah Minta Polemik Salam Lintas Agama Tidak Diperpanjang

Salam lintas agama bagian dari bentuk komitmen untuk hidup rukun bersama.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Toleransi (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Toleransi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pimpinan Pusat Pengurus Besar Gerakan Pemuda Al Washliyah, Aminullah Siagian mengimbau polemik salam lintas agama tidak diperpanjang. Menurutnya, salam lintas agama justru merupakan salah satu yang dapat memperkuat sendi kebangsaan, memperkuat dan mengembangkan moderasi beragama yang sudah berjalan dengan baik di tengah masyarakat.

"Jadi ini (salam lintas agama) perlu dipelihara dan dipertahankan. Ini tidak menyangkut sama sekali dengan akidah. Hanya urusan menjaga toleransi keagamaan yang ada di Indonesia," kata Aminullah melalui pesan tertulis yang diterima Republika, Senin (3/6/2024)

Baca Juga

Aminullah berharap, para tokoh agama, terutama Majelis Ulama Indonesia (MUI), tidak terlalu memaksakan wacana fatwa hasil ijtima itu di masyarakat. Sebab, hal itu dapat mengganggu semangat toleransi keagamaan dan semangat moderasi beragama yang sudah berjalan baik.

“Intinya, membangun persatuan dan menjaga semangat keberagaman jauh lebih utama daripada sekadar untuk membuat polemik yang tidak dibutuhkan dalam situasi berbangsa dan bernegara," ujar Aminullah.

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan hasil keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII terkait Fiqih Salam Lintas Agama:

Pertama, penggabungan ajaran berbagai agama termasuk pengucapan salam dengan menyertakan salam berbagai agama dengan alasan toleransi dan moderasi beragama bukanlah makna toleransi yang dibenarkan dan merupakan penodaan dan penistaan agama.

Kedua, dalam Islam, pengucapan salam merupakan doa yang bersifat ubudiyah, karenanya harus mengikuti ketentuan syariat Islam dan tidak boleh dicampur adukkan dengan ucapan salam dari agama lain.

Ketiga, pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram.

Keempat, pengucapan salam dengan cara menyertakan salam berbagai agama bukan merupakan implementasi dari toleransi dan moderasi beragama yang dibenarkan.

Kelima, dalam hal audiens terdiri atas umat Islam dan umat beragama lainnya, umat Islam dibolehkan mengucapkan salam dengan Assalamualaikum dan salam nasional lainnya yang tidak mencampuradukkan dengan salam doa agama lain, seperti selamat pagi.

Menanggapi hal tersebut, Kementerian Agama (Kemenag) menilai salam lintas agama yang selama ini berkembang di kalangan masyarakat sebagai bagian praktik baik (best practise) merawat kerukunan umat. Salam lintas agama disampaikan bukan untuk merusak akidah antarumat, tapi berangkat dari kesadaran dan sikap saling menghormati dan toleran.

Demikian dinyatakan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam Kemenag, Prof Kamaruddin Amin merespons hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII di Bangka Belitung, 28-31 Mei 2024. Salah satu hasil ijtima ini adalah panduan hubungan antarumat beragama berupa Fikih Salam Lintas Agama.

Prof Kamaruddin menegaskan bahwa salam lintas agama adalah praktik baik kerukunan umat. Ini bukan upaya mencampuradukkan ajaran agama. 

"Umat tahu bahwa akidah urusan masing-masing, dan secara sosiologis, salam lintas agama perkuat kerukunan dan toleransi," kata Prof Kamaruddin dalam siaran pers yang diterima Republika, Sabtu (1/6/2024).

Menurut Prof Kamaruddin, dalam praktiknya, salam lintas agama menjadi sarana menebar damai yang juga merupakan ajaran setiap agama. Ini sekaligus menjadi wahana bertegur sapa dan menjalin keakraban. 

"Sebagai sesama warga bangsa, salam lintas agama bagian dari bentuk komitmen untuk hidup rukun bersama, tidak sampai pada masalah keyakinan," ujar Prof Kamaruddin.

Ia menambahkan, di negara bangsa yang sangat beragam atau multikultural, artikulasi keberagamaan harus merefleksikan kelenturan sosial yang saling menghormati dengan tetap menjaga akidah masing-masing. Salam lintas agama adalah bentuk komunikasi sosial yang secara empiris terbukti produktif dan berkontribusi meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama.

Menurut Dirjen Bimas Islam Kemenag ini, ikhtiar merawat kerukunan penting terus diupayakan. Caranya dengan menguatkan kohesi dan toleransi umat, bukan mengedepankan tindakan yang mengarah segregasi. 

"Ikhtiar merawat kerukunan ini berbuah hasil. Praktik baik warga telah meningkatkan indeks kerukunan umat beragama," ujar Prof Kamaruddin.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement