Senin 03 Jun 2024 17:31 WIB

Kecurigaan Peneliti Mengapa Penguntitan Oknum Densus ke Jampidsus Dianggap Selesai

Bambang menilai penguntitan tersebut tidak sesuai dengan eitk.

Red: Teguh Firmansyah
Pegawai Kejagung melintas disamping mobil Polisi Militer yang terparkir di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (27/5/2024). Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Nugraha Gumilar menjelaskan bantuan pengamanan dan keberadaan polisi militer (POM) untuk menjaga Gedung Kejaksaan Agung merupakan tindak lanjut dari MoU (memorandum of understanding) yang ditandatangani oleh kedua lembaga itu pada 6 April 2023 dan tidak terkait kasus dugaan peristiwa penguntitan terhadap Jampidsus oleh anggota Densus 88.
Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Pegawai Kejagung melintas disamping mobil Polisi Militer yang terparkir di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (27/5/2024). Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Nugraha Gumilar menjelaskan bantuan pengamanan dan keberadaan polisi militer (POM) untuk menjaga Gedung Kejaksaan Agung merupakan tindak lanjut dari MoU (memorandum of understanding) yang ditandatangani oleh kedua lembaga itu pada 6 April 2023 dan tidak terkait kasus dugaan peristiwa penguntitan terhadap Jampidsus oleh anggota Densus 88.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri belum membuka secara transparan kasus penguntitan Jampidus Febrie Adriansyah oleh oknum anggota Densus 88. Padahal penguntitan itu tidak melibatkan satu orang, dan ditengarai ada keterlibatan seorang Komisaris Besar (Kombes). 

Pengamat Kepolisian dari  Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto melihat jika Polri atau Propam tidak menjatuhkan sanksi kepada anggota polisi itu, maka penguntitan itu ditengarai diizinkan oleh institusi.   "Kalau tidak ada hukuman bagi mereka, tidak ada hukuman bagi penguntit, artinya organisasi kepolisian itu memberikan persetujuan," ujarnya kepada Republika, Senin (3/6/2024).  

Baca Juga

Bambang tidak mengatahui secara pasti aturan penguntitan di dalam tubuh kepolisian. Namun yang pasti penguntitan itu tidak sesuai dengan etik. Apalagi ini sesama institusi penegak hukum "Secara etik gak bisalah seorang pejabat negara dikuntit itu, tidak wajar," ujarnya. 

Bambang juga tidak mau berspekulasi lebih jauh soal motif. Karena hanya pihak kepolisian yang bisa menjelaskan hal tersebut.  "Soal motifnya polsi yang menjelaskan, tapi jangan salahkan masyarakat menduga, jangan salahkan masyarakat asumsinya masih liar, khawatir ada deal-deal khusus," ujarnya.