Selasa 04 Jun 2024 06:23 WIB

Tiga Cara Meraih Ikhlas

Ikhlas tidak cukup berhenti pada klaim perkataan.

Red: Hasanul Rizqa
Tiga cara meraih ikhlas. Foto - Muadzin mengumandangkan adzan di Masjid Al-Ikhlas Jatipadang, Jakarta, Rabu (23/2/2022).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Tiga cara meraih ikhlas. Foto - Muadzin mengumandangkan adzan di Masjid Al-Ikhlas Jatipadang, Jakarta, Rabu (23/2/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikhlas mudah diucapkan, tetapi sukar dilaksanakan. Dalam bahasa Arab, akar katanya ialah kha-la-sha. Artinya, ‘murni’ atau ‘bersih.’

Dalam Alquran, terdapat surah al-Ikhlash. Surah ke-112 itu, bagaimanapun, tidak memuat satu pun kata ikhlash. Secara garis besar, dengan surah tersebut Allah SWT secara khusus menceritakan perihal Diri-Nya.

Baca Juga

Tema tauhid yang kuat dalam surah al-Ikhlash mengindikasikan petunjuk tentang jalan meraih keikhlasan. Tidak cukup dengan berkata, seumpama, “Saya ikhlas beramal ini atau itu.” Seseorang harus pertama-tama mengenal Allah. Sebab, hanya untuk mendapatkan ridha-Nya—itulah tujuan hakiki semua amalan.

Ingat Allah

Setiap Muslim hendaknya memiliki pola pikir (mindset) tauhid. Keyakinannya mantap bahwa diri hanyalah hamba, sedangkan Allah adalah satu-satunya Pemilik. Visinya tentang dunia tidak lepas dari penghambaan kepada-Nya.

Mindset itu akan lebih mudah tertanam bila hati dan pikiran selalu mengingat Allah. Hakikat dzikrullah bukan hanya menyebut nama Allah, tetapi juga diikuti dengan keimanan dan amal saleh. Orang yang rajin berzikir akan menyadari, Allah selalu hadir dan mengawasi semua perbuatannya, lahir maupun batin. Dengan begitu, ia akan terus menjaga niat amalannya agar tetap murni lillahi Ta’ala.

Sadari adanya akhirat

Biasanya, yang merusak keikhlasan adalah pamrih duniawi. Lebih buruk lagi, seseorang beramal dengan tujuan ingin dilihat dan dipuji manusia. Inilah riya, salah satu bentuk syirik kecil yang dikhawatirkan Rasulullah SAW tatkala umatnya beribadah.

Untuk melawan timbulnya rasa pamrih, tanamkan mindset dalam diri bahwa akhirat selalu lebih utama daripada dunia. Allah menegaskan keutamaan itu. “Dan kehidupan dunia ini hanya senda-gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui” (QS al-Ankabut: 64).

Jangan sampai sesudah mati, penyesalan akhirnya datang. Tatkala ditimbang pada Hari Akhir, amal ibadah ternyata tiada bobotnya karena diniatkan bukan untuk ridha Allah Ta’ala.

Jangan tunda amalan

Ikhlas terletak di hati. Namun, entitas ini dapat berubah dalam sekejap. Misalnya, akibat pengaruh lingkungan atau pergaulan. Seseorang boleh jadi bersemangat dalam mengerjakan amal kebajikan pada pagi hari. Menjelang sore, dirinya lalai sehingga ikut berbuat dosa.

Rasulullah SAW bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun kamu berada. Iringilah keburukan dengan kebaikan niscaya (kebaikan) menghapusnya (keburukan).” Amal kebaikan pun hendaknya tidak ditunda-tunda. Ketika hati merasa terpanggil untuk tulus beribadah, maka lakukanlah segera. Pesan Nabi SAW, “Perlahan-lahan dalam segala sesuatu itu baik kecuali dalam perbuatan yang berkenaan dengan akhirat.”

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
فَاِنْ عُثِرَ عَلٰٓى اَنَّهُمَا اسْتَحَقَّآ اِثْمًا فَاٰخَرٰنِ يَقُوْمٰنِ مَقَامَهُمَا مِنَ الَّذِيْنَ اسْتَحَقَّ عَلَيْهِمُ الْاَوْلَيٰنِ فَيُقْسِمٰنِ بِاللّٰهِ لَشَهَادَتُنَآ اَحَقُّ مِنْ شَهَادَتِهِمَا وَمَا اعْتَدَيْنَآ ۖاِنَّآ اِذًا لَّمِنَ الظّٰلِمِيْنَ
Jika terbukti kedua saksi itu berbuat dosa, maka dua orang yang lain menggantikan kedudukannya, yaitu di antara ahli waris yang berhak dan lebih dekat kepada orang yang mati, lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah, “Sungguh, kesaksian kami lebih layak diterima daripada kesaksian kedua saksi itu, dan kami tidak melanggar batas. Sesungguhnya jika kami berbuat demikian tentu kami termasuk orang-orang zalim.”

(QS. Al-Ma'idah ayat 107)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement