Selasa 04 Jun 2024 06:28 WIB

Pengelolaan Uang yang Buruk Bisa Jadi Pertanda Alzheimer

Pengelolaan keuangan merupakan konsekuensi langsung gangguan kognitif dari Alzheimer.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Penderita Alzheimer (ilustrasi). Pengelolaan uang yang buruk dinilai bisa menjadi tanda Alzheimer.
Foto: Republika.co.id
Penderita Alzheimer (ilustrasi). Pengelolaan uang yang buruk dinilai bisa menjadi tanda Alzheimer.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut organisasi Alzi, jumlah penderita Alzheimer di Indonesia diperkirakan terus meningkat menjadi 2 juta pada 2030 dari 1,2 juta pada 2016. Gangguan memori ini tidak hanya merampas kemampuan kognitif seseorang, tetapi juga kesejahteraan finansial mereka.

Sebuah studi yang dipimpin oleh para peneliti di Georgetown University dan Federal Reserve Bank of New York telah menemukan sebuah pola yang meresahkan yaitu dalam lima tahun sebelum diagnosis Alzheimer, skor kredit mereka terus menurun sementara kemungkinan untuk berutang meningkat. Menurut peneliti, buruknya pengelolaan keuangan ini merupakan konsekuensi langsung dari gangguan kognitif yang menjadi ciri khas Alzheimer. 

Baca Juga

Studi tersebut, yang meneliti data laporan kredit anonim terkait dengan klaim Medicare untuk lebih dari dua juta orang lansia, memberikan gambaran yang jelas. Rata-rata, skor kredit turun empat hingga enam poin pada tahun sebelum diagnosis, penurunan yang signifikan mengingat skor biasanya berkisar antara 300 hingga 850. 

Pada saat yang sama, kemungkinan gagal membayar utang meningkat satu hingga dua poin persentase. Meskipun perubahan ini mungkin terlihat kecil, namun dampaknya sangat besar, yang mengarah pada kenaikan suku bunga, berkurangnya akses kredit, dan bahkan penyitaan.

Yang paling mengkhawatirkan adalah dampaknya terhadap utang kartu kredit dan hipotek, dua kategori utang terbesar bagi kelompok lansia di Amerika. Studi ini menemukan bahwa di antara para pemegang kartu kredit, kemungkinan gagal bayar 21 persen lebih tinggi dua tahun sebelum diagnosis. 

Adapun bagi pemegang hipotek, tingkat gagal bayar 11 persen lebih tinggi dalam jangka waktu yang sama. Tingkat gagal bayar yang meningkat ini bertahan selama bertahun-tahun setelah diagnosis.

“Hasilnya sangat jelas dan konsisten. Penurunan keuangan yang kami amati mencerminkan penurunan kognitif yang dialami individu-individu ini: skor kredit secara konsisten menurun, dari kuartal ke kuartal, dan probabilitas gagal bayar secara konsisten meningkat seiring dengan semakin dekatnya diagnosis,” kata peneliti utama studi Carole Roan Gresenz, dilansir Study Finds, Selasa (4/6/2024).

Para peneliti mengungkap beberapa alasan terkait penurunan finansial sebelum diagnosis ini. Demensia tahap awal dapat menyebabkan hilangnya ingatan, sehingga menyebabkan seseorang lupa membayar tagihan. Hal ini juga dapat mengganggu pengambilan keputusan keuangan, yang mengarah pada pinjaman yang berisiko atau kerentanan terhadap eksploitasi keuangan. 

Penelitian ini juga menemukan bahwa efek finansial ini lebih terasa di antara orang kulit hitam dan perempuan. Orang dewasa berkulit hitam mengalami penurunan skor kredit yang lebih tajam sebelum diagnosis, serta peningkatan yang lebih tajam dalam tingkat gagal dibandingkan dengan orang dewasa berkulit putih. 

“Kami menilai perlu ada deteksi dini demensia, sebuah prospek yang menantang mengingat penyakit ini muncul secara bertahap. Dan salah satu tanda awal dari demensia itu bisa terlihat dari bagaimana laporan keuangannya,” kata Gresenz.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement