Selasa 04 Jun 2024 12:08 WIB

Muhammadiyah Respons 40 Ribu Jamaah RI tak akan Mabit di Muzdalifah

Ketua PP Muhammadiyah menilai, pelaksanaan haji dengan skema murur tetap sah.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Hasanul Rizqa
Muhammadiyah respons 40ribu jamaah tak akan mabit. Foto - Pemberangkatan jamaah haji gelombang pertama dari SUB 45 ke Makkah, Sabtu (1/6/2024).
Foto: Dok MCH 2024
Muhammadiyah respons 40ribu jamaah tak akan mabit. Foto - Pemberangkatan jamaah haji gelombang pertama dari SUB 45 ke Makkah, Sabtu (1/6/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muhammadiyah merespons kebijakan pemerintah Arab Saudi yang meminta agar sebanyak 40 ribu jamaah haji Indonesia melakukan skema murur saat melintasi Muzdalifah. Yang dimaksud dengan murur adalah skema yang dengannya jamaah haji hanya melewati area Muzdalifah, tanpa turun dari kendaraan. Mereka bisa langsung bertolak dari Arafah ke Muzdalifah, untuk selanjutnya langsung menuju Mina. Dengan demikian, tidak seperti lazimnya prosesi rukun haji bahwa jamaah harus bermalam sejenak (mabit) di Muzdalifah.

Menurut Ketua Bidang Tabligh, Dakwah Komunitas, Kepesantrenan, dan Pembinaan Haji-Umrah Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, KH Dr Saad Ibrahim, skema murur boleh dilakukan karena adanya kondisi darurat. Hal itu sejalan dengan salah satu prinsip fikih Islam, yakni adanya keringanan di kala terjadi kesukaran-kesukaran.

Baca Juga

"Salah satu prinsip Islam itu ialah menghindarkan terjadinya kesulitan-kesulitan," kata Kiai Saad Ibrahim saat ditemui Republika di Aula KH Ahmad Dahlan, Gedung Dakwah PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Selasa (4/6/2024).

photo
KH Dr Saad Ibrahim - (dok muhammadiyah)

Terlebih lagi, lanjut dia, murur "hanya" dilakukan oleh sebagian dari seluruh jamaah haji Indonesia, bukan semuanya. Diketahui, total warga negara Indonesia (WNI) yang bertolak ke Tanah Suci pada musim haji tahun ini mencapai sekitar 240 ribu orang. Artinya, sekira 16 hingga 17 persen saja yang mengikuti skema tersebut.

Mereka yang menjalani murur, menurut Kiai Saad, hajinya tetap sah dan tidak dikenai kafarat atau denda. "Kalau kita mengikuti mazhab Syafii, maka kemudian yang uzur seperti itu, tidak ada yang kena kewajiban membayar dam dan lain sebagainya," ucapnya.

Sebelumnya, Kementerian Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi telah melakukan pertemuan dengan masyariq dan menyepakati perlunya skema baru pergerakan jamaah di Masyair al-Muqaddasah alias Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).

Hal Ini sebagai antisipasi padatnya lokasi Muzdalifah lantaran dampak penambahan area toilet yang memakan lahan hingga lebih dari 20 ribu meter persegi. Di samping itu, ada pula pemindahan penempatan jamaah di area perluasan Mina (Mina Jadid) ke Mu’aisim. Maka dari itu, pihak Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi meminta agar ada minimal 40 ribu orang yang melaksanakan ibadah haji dengan skema murur.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement