REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Abdullah Sammy, wartawan Republika
Usia Abdul Rachman baru delapan tahun ketika peristiwa 30 September 1965 meletus di Ibu Kota Jakarta. Namun, Abdul Rachman mengingat betul bagaimana mencekamnya suasana setelah peristiwa yang disebut didalangi Partai Komunis Indonesia (PKI) itu.
Ketika dijumpai Republika.co.id di kediamannya di kawasan Petukangan, Jakarta Selatan, beberapa tahun lalu, Abdul Rachman bercerita soal kaitannya serta keluarga dengan peristiwa berdarah itu. Selepas meminum air mineral yang tersaji di atas meja, ingatan Abdul Rachman menerawang pada peristiwa yang sudah berlalu lebih dari lima dekade tersebut itu.
"Saat itu, huru-hara pecah di mana-mana," kata Abdul Rachman memulai cerita. Abdul Rachman kecil yang tinggal di kawasan Senen, Jakarta Pusat, dilanda kepanikan. Sebab, rumahnya tak begitu jauh dari kantor PKI.
Diakui Abdul Rachman, dia dan keluarga bukanlah pendukung PKI. Sebaliknya, dia berasal dari keluarga Islam taat yang justru kerap mendapat teror dari partai berlambang palu arit itu. "Kami ini anti-PKI!" ucapnya dengan nada suara sedikit meninggi, Rabu, 25 November 2015.
Namun, ada satu hal yang membuatnya seakan-akan terkait dengan PKI. Ini karena nama belakangnya yang memakai label Aidit. Nama belakang Abdul Rachman identik dengan pemimpin PKI, Dipa Nusantara (DN) Aidit alias Achmad Aidit. Dialah manusia yang saat itu paling dicari seantero Indonesia usai meletusnya peristiwa 30 September 1965.
"Sebenarnya, nama saya Abdul Rachman Aidid. Tapi ditulisnya Aidit. Ini soal penyebutan saja," ucapnya seraya menekankan penyebutan Aidid memakai huruf 'D' di akhir kata, bukan huruf 'T'.
Tidak hanya Abdul Rachman, satu keluarganya pun memiliki nama belakang yang sama, Aidit. Kesamaan nama itu yang akhirnya membuat hidup Abdul Rachman dihantui ketakutan sejak 30 September 1965.
Pria berdarah Timur Tengah ini lantas menjelaskan nama Aidit atau Aidid yang dia sandang sejatinya merupakan sebuah marga yang berasal dari Hadramaut, Yaman. Tidak hanya Abdul Rachman dan keluarganya yang menyandang nama marga itu, tetapi ribuan Aidit lain tersebar di berbagai pelosok Indonesia.
"Marga Aidit itu banyak di Sumatra dan Kalimantan. Jumlahnya mungkin ada ribuan," kata Abdul Rachman menjelaskan.
Menyandang nama Aidit membuat keluarga Abdul Rachman seperti berada di waktu dan tempat yang salah pada 1965. Alhasil mulai dari 30 September 1965 itu, keluarganya pun memutuskan menghapus nama marga di setiap dokumen kependudukan yang mereka buat.
"Kami takut disangka punya kaitan dengan DN Aidit. Karena itu, nama marga Aidit tidak dicantumkan di ijazah atau dokumen-dokumen lain," kata Abdul Rachman.
Silsilah keturunan Rasulullah shalalahu alaihi wassalam. Marga Aidid diketahui merupakan keturunan Nabi Muhammad shalalahu alaihi wassalam.
Asal Usul Marga Aidid
Setelah tumbuh dewasa pada era Orde Baru, masih ada ketakutan di benak Abdul Rachman untuk menyebut nama marganya. Kala ada orang bertanya kepadanya mengenai nama marga, pria yang kini berprofesi sebagai pengusaha properti itu malah memakai nama marga sang ibu.
"Kalau saat itu ada yang bertanya soal marga, awalnya saya mengaku bukan Aidit, tapi Shahab dari marga ibu," ucapnya.
Bertahun-tahun rasa tidak nyaman menggelayuti pikiran Abdul Rachman. Dia takut nama Aidit membuat orang berprasangka. Sebab, baginya agak rumit untuk menjelaskan asal usul marga Aidit kepada orang awam.
Abdul Rachman lantas berkisah, Aidit atau Aidid berasal dari sebuah nama perkampungan yang terletak di sebelah barat daya Kota Tarim, Hadramaut, Yaman. Ketua Perkumpulan Marga Aidid di Indonesia, Habib Alwi bin Husein Aidid menjelaskan secara lebih detail mengenai asal usul marga Aidit atau Aidid di Indonesia.
"Jadi nama Aidid diambil dari nama wilayah berbatu di Hadramaut," ujarnya merawikan.
Dikisahkannya, di daerah Aidid itu asal mulanya adalah lembah yang gelap gulita. Konon, tidak ada yang berani masuk atau melintasi lembah tersebut, bahkan mengambil sesuatu di dalam lembah tersebut.
Namun, seorang ulama Al-Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthah memutuskan tinggal dan membangun wilayah Aidid pada abad ke sembilan Hijriah. Ulama yang merupakan keturunan generasi ke-23 Rasulullah shalalahu alaihi wassalam itu lantas diberi gelar Aidid di belakang namanya. Dari Al-Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthah inilah marga Aidid bermula.
"Keturunan Aidid ini kemudian banyak yang berhijrah ke belahan wilayah lain, seperti Afrika, India, hingga Indonesia," kata Habib Alwi. Di Indonesia, marga Aidid kerap disebut dengan ejaan Aidit, sedangkan di Afrika pengejaan namanya Aideed.
Alhasil, dari moyangnya Al-Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthah ini kemudian lahir generasi-generasi marga Aidid di Indonesia, antara lain, Abdul Rachman dan Habib Alwi. Marga Aidid pun termasuk bani 'Alawiyin, yakni marga yang memiliki garis keturunan dengan Rasulullah shalalahu alaihi wassalam.