Sabtu 21 May 2016 07:00 WIB

Marxisme dan Islam di Zaman Sukarno

Mantan presiden Soekarno
Foto: Life
Mantan presiden Soekarno

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Selain bersentuhan dengan Islam, semasa tinggal di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto, tokoh Islam pimpinan kharismatik Serikat Islam (SI), saat bersamaan Sukarno muda juga bersentuhan pula dengan teori Marxisme. Sentuhan itu terjadi ketika di HBS Surabaya.

Gurunya C Hartogh, menjelaskan kepadanya teori-teori Marxisme. Sukarno muda terpesona.

Ia kemudian menjadi anggota Indische Social-Democratische Vereeninging (ISDV) yang didirikan 1914. Samaun, yang kemudian dikenal sebagai pendiri Partai Komunis Indonesia (PKI) setelah Serikat Islam pecah, juga anggota ISDV.

Pada 1920, keterpesonaan Sukarno terhadap slogan-slogan komunis cukup kuat, ketika tokoh sosialis A Baars — yang menarik Samaun ke sayap kiri —mendesaknya ke faham internasionalisme. Namun tokoh SI Abdul Muis memberikan penyadaran kuat terhadap Sukarno. Muis mendorong Sukarno kembali pada nasionalisme melalui Sarikat Islam.

Pemahaman Sukarno terhadap Islam, menurut Bernard Dahm (Sukarno and struggle for Indonesian Independence, Cornell University Press, 1969), lebih sebagai modal untuk berdebat. Buku Lothrop Stoddard, The New World of Islam lebih menarik perhatiannya daripada Islam itu sendiri.

Namun demikian, perasaan dasarnya terhadap Islam tidak bisa diabaikan. Ini antara lain dengan menempatkan Partai Nasional Indonesia (PNI) bersikap netral dalam soal agama, tidak dalam pengertian orang-orang komunis yang anti-Tuhan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement