Jumat 27 May 2016 07:00 WIB

Royal Wedding Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta Abad 19

Sultan Hamengku Buwono VII dari Yogyakarta
Foto: IST
Sultan Hamengku Buwono VII dari Yogyakarta

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Kereta api sebagai simbol kehidupan modern telah diterima kalangan elite bangsawan keraton menjelang akhir abad ke-19. Ketika diselenggarakan upacara pembukaan stasiun kereta api pertama di Surakarta yang diberi nama Stasiun Balapan pada 1866, SusuhunanPaku Buwana IX ikut membukanya bersama gubernur jenderal Hindia Belanda.

Bahkan ketika Susuhunan Paku Buwana X (raja terbesar di Keraton Surakarta) melangsungkan pernikahan agung keraton untuk mempersunting permaisuri Kanjeng Ratu Emas putri Sultan Hamengku Buwono VII dari Yogyakarta, digunakanlah transportasi kereta api. Rombongan mempelai laki-laki naik kereta api dari Stasiun Balapan, dan sesampai di Stasiun Tugu, Yogyakarta, dilanjutkan dengan naik kereta kebesaran kerajaan menuju keraton.

Digunakannya kereta api pada prosesi upacara perkawinan agung keraton telah menunjukkan kalangan elit bangsawan feodal tradisional keraton telah menyerap unsur-unsur kebudayaan modern Barat dalam rangka penyamaan status sosial mereka dengan golongan penguasa pemerintah kolonial Belanda, tulis Bejo Riyanto dalam buku Iklan Surat Kabar dan Perobahan Masyarakat di Jawa Masa Kolonial (1870-1915).

       

Kereta api mulai beroperasi di Jawa pada 1863. Percepatan arus perdagangan hasil industri perkebunan untuk kepentingan ekspor semenjak masa Tanam Paksa, membutuhkan sarana transportasi yang lebih memadai, karena sarana transportasi darat lewat jalan pos (Groote-Postweg) yang dibangun pada masa gubernur jenderal Daendels (1808-1811) sudah tidak mencukupi lagi.

Trayek kereta api pertama menghubungkan Semarang-Yogyakarta. Trayek kedua Batavia-Buitenzorg (Bogor).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement