REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab
Pelabuhan Banten yang terletak sekitar 10 km dari Kota Serang kini hanya tinggal sebuah desa nelayan. Ketika Republika.co.id mendatangi tempat yang sangat kesohor pada abad ke-16 hingga 19 itu, tidak dijumpai lagi kapal-kapal besar yang merapat. Apalagi kapal-kapal dari mancanegara.
Di bandar yang terletak di Teluk Banten ini, yang tampak hanya ratusan perahu nelayan tengah sandar diombang-ambingkan gelombang. Keadaan ini tentu saja bertolak belakang dibandingkan pada masa kejayaan Kerajaan Islam Banten, saat bandar ini didatangi kapal-kapal mancanegara.
Menurut Prof Hasan Muarif Ambary, pakar sejarah dan budaya Banten, yang juga dosen IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Bandar Banten pada abad 16 hingga 19 merupakan salah satu bandar nusantara yang bertaraf internasional. Kapal-kapal yang berlabuh di bandar ini bukan saja berasal dari berbagai daerah di nusantara, tetapi juga dari Cina, India, dan Arab yang kemudian disusul Eropa.
Kapal-kapal itu tidak semata-mata membawa barang niaga dari negara atau daerahnya masing-masing, tetapi juga membeli komoditas yang berasal dari Kerajaan Banten atau daerah sekitarnya. Banten, kata Prof Ambary, memiliki hubungan dengan daerah pedalaman sehingga berperan sebagai pintu gerbang bagi dunia luar.