Rabu 22 Jun 2016 07:00 WIB
Kontroversi Perumus Pancasila

Polemik Bung Karno Bukan Penggali Pancasila

Mantan Presiden Soekarno
Foto: Gahetna.nl
Mantan Presiden Soekarno

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Pada November 2009, MPR menggelar rapat pimpinan membahas rencana konsultasi dengan lembaga-lembaga negara terkait dengan perubahan UUD 45 dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Satu pekan sebelumnya, partai-partai politik saling silang pendapat antara pro dan kontra mengenai amendemen kelima UUD 45, yang menjadi usulan DPD.

Untuk itu, sebaiknya kita mendatangi sebuah gedung di Pejambon, Jakarta Pusat, jalan raya di hadapan Stasiun Gambir dan di sudut kanan Gereja Imanuel. Gereja tua yang dibangun pada abad ke-19 itu pada masa kolonial dinamakan Willem Kerk (Gereja Willem) untuk menghormati raja Belanda kala itu.

Gedung dalam gaya "klasisme" itu dinamakan Gedung Pancasila. Sebab, di gedung yang kini merupakan bagian dari Departemen Luar Negeri itu, pada 1 Juni 1945 Bung Karno mengucapkan pidato yang amat masyhur, Pancasila, yang kemudian menjadi dasar Negara Kesatuan RI.

Pemikiran Bung Karno tentang Pancasila sudah digalinya sejak dibuang ke Ende, Flores. Saat itu, Bung Karno menyebut sebagai Lima Butir Mutiara (Yuke Ardhiati, 2010). Bung Karno mengakuinya dalam otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Ia mengaku, Pancasila merupakan hasil perenungannya di bawah sebuah pohon sukun di pulau tersebut.

Meski begitu, Sukarno tidak pernah menyebut dirinya sebagai "penemu" Pancasila. Sebaliknya, ia selalu menekankan bahwa dirinya hanya "menggali" Pancasila dari tradisi bangsa Indonesia di masa lampau. Pada 1970, sebagai bagian dari proyek menyingkirkan Sukarno dari sejarah dan ingatan rakyat Indonesia atau istilahnya desukarnoisasi, peringatan Hari Lahir Pancasila dilarang oleh Kopkamtib. Sejak tahun itu hingga 2010, 1 Juni tidak lagi diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Melalui SK Presiden Nomor 153/1967 tanggal 27 September 1967, Soeharto menetapkan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Hari Kesaktian Pancasila mengacu pada keberhasilan tentara yang dipimpin Soeharto menggagalkan G-30-S, sebuah peristiwa yang kemudian dijadikan dalih oleh Soeharto, tentara, dan sayap kanan untuk membasmi PKI dan menggulingkan kekuasaan Sukarno.

Pada 1971, rezim Orde Baru melalui salah seorang ideolognya, Nugroho Notosusanto, memulai proyek mengaburkan keterkaitan antara Bung Karno dan Pancasila. Melalui buku berjudul Naskah Proklamasi Otentik dan Rumusan Pancasila yang Otentik (Pusat Sejarah ABRI, Departemen Pertahanan dan Keamanan, 1971), Nugroho mengklaim ada empat rumusan tentang Pancasila, yaitu pidato Muhamad Yamin (29 Mei 1945), pidato Sukarno (1 Juni 1945), hasil kerja Tim Sembilan yang disebut Piagam Jakarta (22 Juni 1945), dan Pancasila yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 (18 Agustus 1945). Menurut Nugroho, rumusan Pancasila yang paling autentik adalah rumusan pada 18 Agustus 1945 karena Pancasila yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 dilahirkan secara sah pada 18 Agustus 1945.

Dalam artikel-artikel selanjutnya, Nugroho Notosusanto mulai meragukan sekaligus mengaburkan Sukarno sebagai penemu Pancasila melalui pidato tanggal 1 Juni 1945. Menurut Nugroho, Bung Karno hanya menemukan nama Pancasila, sedangkan jiwanya sudah disampaikan pembicara sebelumnya: Mohammad Yamin dan Soepomo. Klaim Nugroho tersebut merujuk pada buku Mohammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-undang Dasar, 1960. Belakangan, muncul pula klaim bahwa penemu Pancasila adalah Mohammad Yamin.

Namun, klaim itu dibantah Bung Hatta. Pada masa Orde Baru pernah terjadi polemik bukan Bung Karno yang menggali Pancasila. Namun, sebelum wafat, Bung Hatta mengeluarkan surat wasiat kepada Guntur Soekarnoputra, bahwa Bung Karnolah penggali Pancasila.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement