Kamis 14 Jul 2016 07:00 WIB

Pencak Silat 'Senjata Rahasia' Melawan Penjajah

Red: Karta Raharja Ucu
Pendekar Betawi, Ilustrasi
Foto:

Kakek 40 cucu, enam cicit, dari 14 anak itu, sampai kini masih aktif mengajar dan melatih pencak silat sekalipun usianya sudah cukup gaek. Bahkan, ketika saya mendatangi kediamannya di Kramat Buntu, Kwitang pada 2005 lalu, belakang toko buku Gunung Agung, H Zakaria masih tampak segar.

"Saya belajar silat langsung dari kakek saat revolusi fisik, tahun 1945-1949,'' katanya sekitar 11 tahun lalu. Kakeknya wafat pada 1969.

Berkat gemblengan kakeknya itu, pada PON II di Jakarta (1952), ia menjadi juara pencak silat dan mengantongi medali emas untuk kontingan Ibu Kota. Sedangkan pada PON III di Medan (1953) sebagai pelatih ia membawa kontingan pencak silat DKI meraih sukses dengan sejumlah medali.

Tampaknya, meskipun sudah lebih setengah abad menekuni dan menjadi pelatih pencak silat, dia semakin bergairah mengembangkan warisan budaya nenek moyang ini. Entah berapa ratus, mungkin ribuan, muridnya tersebar bukan hanya di Tanah Air, tapi juga di mancanegara. Saat saya datangi, misalnya, H Zakaria memakai kaos bertuliskan United Kingdom International Championships 12-13 June 2004.