REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab
Pada 2009 lalu, saya dan Moammar Emka sempat menjadi pembicara di sebuah seminar yang digelar salah satu partai politik. Pada seminar tersebut, pertanyaan banyak ditujukan pada Moammar Emka, penulis buku 'Jakarta Undercover' dan pemerhati kehidupan malam.
Moammar Emka, tanpa ragu-ragu menyebutkan, dewasa ini ratusan tempat hiburan malam berlomba-lomba membuka pintu lebar-lebar dengan aneka menu spesial yang menggoda: dari kafe, bar, pub, karaoke, sampai klub. Diskotek sudah menjadi ajang untuk mereguk kenikmatan 'surga ekstasi dan seks'. Karaoke sudah jadi private room untuk mendapatkan layanan spesial dari penari striptis, seks sashimi sampai kencan one short time.
Tidak tanggung-tanggung, ada perempuan pribumi, Cina, Thailand, Vietnam sampai bule dari Rusia, Uzbekistan dan Brasil. Kalau dilihat dari kacamata industri, Jakarta tak ubahnya sebuah medan yang tiap hari, bahkan tiap jam, selalu berdenyut oleh banyaknya transaksi seksual.
Menjamurnya gadis-gadis impor dari Cina, Thailand, Vietnam, Rusia atau Uzbekistan adalah salah satu kiat dan strategi yang dipergunakan tempat hiburan seksual untuk memanjakan tamu-tamunya. Saking besarnya industri seks yang ada di Jakarta, kata Moammar, dia sampai berani membuat kesimpulan bahwa Jakarta sudah menjadi medan sex show supermarket.
Dalam kaitan ini, kata pengarang muda yang bukunya telah beberapa kali cetak ulang ini, jumlah tempat pijat, sauna, karaoke, dan hotel yang menyediakan pelayanan seksual, jumlahnya tak kalah banyak dibanding supermarket. Pembeli bisa dengan leluasa melihat, memilih dan membeli 'pasangan kencan' yang diinginkan.