Selasa 08 Nov 2016 07:00 WIB

Seabrek Bukti Kekejaman Belanda: Westerling, Tanam Paksa, Hingga Kerja Rodi

 Pasukan Westerling mengumpulkan warga  desa di Sulawesi Selatan  untuk diintrogasi dan ditembak.
Foto: Perpusnas.go.id
Pasukan Westerling mengumpulkan warga desa di Sulawesi Selatan untuk diintrogasi dan ditembak.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Parlemen Belanda pernah tersinggung berat menanggapi pernyataan Yusril Ihza Mahendra saat menjadi Menkumham. Ia merujuk pada fakta sejarah kekejaman yang pernah dilakukan Negeri Kincir Angn itu terhadap Indonesia selama masa penjajahan. Pernyataan Yusril ini dianggap sebagai kebencian terhadap orang Belanda. Selain kasus Westerling yang membunuh 40 ribu rakyat di Sulawesi Selatan pada 1947, masih banyak lagi kasus serupa yang lebih kejam dilakukan Belanda pada rakyat Indonesia.

Tidak heran, ketika Ratu Yuliana berkunjung ke Indonesia awal 1970-an, muncul permohonan dari pihak Belanda sendiri agar Ratu meminta maaf atas perlakuan Belanda di masa lalu. Konon, dalam pertemuannya dengan Presiden Soeharto, ia minta agar kedua negara melupakan masa lalu yang pahit.

Saat mengalami krisis keuangan akibat peperangan di Eropa, guna menyehatkan ekonominya, Pemerintah Belanda menunjuk Johannes van den Bosch untuk menjabat gubernur jenderal di Hindia Belanda (1830-1833). Hanya beberapa saat setibanya di Batavia, van den Bosch langsung memberlakukan sistem cultuurstelsel.

Di dalam pelaksanaan sistem tanam paksa ini, ia menunjuk Nederlandsche Handels Maatschappij (NHM), sebuah perusahaan dagang yang didirikan Raja Belanda pada 1824, setelah bangkrutnya VOC. Hingga kini, gedung NHM masih berdiri dengan kokohnya di kawasan Jakarta kota, tak jauh dari Stasiun Kereta Api Beos. Sampai 1960-an, kawasan tempat gedung megah ini berdiri disebut faktori, sebutan rakyat untuk NHM.

Perusahaan raksasa ini mendapat hak istimewa dari Kerajaan Belanda untuk mengangkut dan menjual hasil bumi Indonesia yang sebagian besar berasal dari sistem tanam paksa. Dengan sistem ini, pemerintah kolonial sangat mudah dan murah memperoleh hasil bumi yang diinginkan untuk dijual di pasaran dunia. Sedangkan, yang tidak memiliki tanah diharuskan kerja paksa (rodi) selama 60 hari dalam setahun.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement