Trem pernah eksis di Jakarta. Salah satu rute trem dari Pasar Ikan-Harmoni menuju Pasar Tanah Abang atau Laan Trivell.
Di sepanjang jalan yang dilewatinya, berjejer tiang listrik di Jl Abdul Muis (dulu Jl Tanah Abang Bukit). Di sebelah kiri di depan jalan berbatu kerikil yang lebar atau biasa disebut laan, terlihat deretan rumah-rumah vila bercat putih penuh tanaman yang teratur rapi.
Selain itu, delman juga menjadi kendaraan di zaman itu. Ketika itu, sebagian besar orang Betawi berprofesi sebagai penarik delman. Di kampung-kampung, terdapat banyak istal (tempat kandang kuda).
Tanah Abang ketika itu merupakan bagian dari Weltevreden (daerah lebih nyaman) bersama Gambir dan Pasar Baru, setelah warga Belanda ramai-ramai hijrah dari kota lama di Pasar Ikan. Rumah-rumah vila yang berjejer di Jl Abdul Muis kini tidak ada satu pun yang tersisa. Menjadi perkantoran dan pertokoan serta kegiatan bisnis yang telah menyatu dengan Pasar Tanah Abang.
Laan Trivelli di Tanah Abang
Pasar ini pernah dijuluki ‘pasar kambing’ kini terus meluas sampai ke Kebon Kacang (terdapat 30 gang), Jl KH Mas Mansyur, Kebon Melati, Petamburan, Bendungan Ilir, hingga Kuningan. Itu menunjukkan bagaimana pesatnya bisnis di pasar ini, yang didirikan 271 tahun lalu.
Di antara gedung lama yang masih tertinggal di Tanah Abang adalah Masjid Al-Makmur, mesjid bersejarah yang dibangun abad ke-17 oleh dua bersaudara dari Kerajaan Islam Mataram ketika menyerang Batavia pada 1628 dan 1629.
TENTANG PENULIS, ALWI SHAHAB, sejarawan dan wartawan senior Republika