Di masa kolonial, Belanda selalu membanggakan nama-nama jalan, tempat, dan kampung di Batavia dengan meniru nama di negaranya. Termasuk, tokoh masyarakat, raja, dan ratu mereka. Di Laan Trivelli (Jalan Tanah Abang), terdapat markas Pasukan Pengawal Presiden (Paswalpres). Di sebelahnya, Jl Tanah Abang I dulu bernama Kerkhoflaan.
Di jalan ini, terdapat Museum Prasasti tempat pemakaman warga Eropa/Kristen berdampingan dengan kantor wali kota Jakarta Pusat. Di sini, kita dapati prasasti sejumlah gubernur jenderal dan makam warga Belanda/Eropa yang meninggal di Batavia. Makam-makam dalam bentuk prasasti ini telah dipindahkan ke sini dari pemakaman di kota lama, yang terletak di samping Museum Sejarah DKI Jakarta.
Masih di kawasan Tanah Abang, Jl Tanah Abang III dulunya bernama Laan de Riemer, nama orang Belanda yang pernah mendiami jalan tersebut pada abad ke-19. Bersebelahan dengan jalan ini adalah Jl Tanah Abang IV, yang pada masa kolonial bernama Laan de Briljkop dan oleh lidah Betawi disebut Gang Brengkop. Jalan Tanah Abang V bernama Gang Thomas juga mengabadikan nama warga Belanda yang tinggal di jalan ini.
Di Jl Tanah Abang V, tempat almarhum mantan menlu Ali Alatas dibesarkan. Ayahnya adalah Abdullah Salim Alatas, pernah menjadi guru besar bahasa Arab di Universitas Indonesia. Awal tahun 1960-an, ketika Hamka dalam bukunya berjudul Tenggelamnya Kapal Van der Wijk, dituduh plagiat oleh kelompok kiri (Lekra) dari penulis Mesir Manfulutfi, Abdullah Salim Alatas membelanya dalam suatu polemik yang hangat ketika itu.
TENTANG PENULIS: ALWI SHAHAB, Sejarawan dan wartawan senior Republika