REPUBLIKA.CO.ID, Tanggal 16 Januari 1998 mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar aksi keprihatinan. Lebih dari 500 mahasiswa menggelar aksi tersebut di kampus mereka. Para mahasiswa menuntut pemerintah segera menyelesaikan krisis moneter dan menurunkan harga-harga.
Aksi serupa dilakukan oleh mahasiswa dan alumni Universitas Indonesia (UI) di Kampus Salemba. Dalam aksi tersebut mereka menutup baliho “Selamat Datang di Kampus Perjuangan Orde Baru” dengan kain berwarna putih.
Mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) menggelar aksi keprihatinan mereka dengan mengarak boneka kertas Soeharto dan membakarnya. Mereka juga membakar keranda yang terbuat dari kertas.
Intensitas unjuk rasa mahasiswa semakin meningkat setelah pengumuman susunan Kabinet Pembangunan VII. Dalam susunan kabinet tersebut ada nama Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut dan Mohammad Bob Hasan. Keduanya adalah putri sulung dan kroni Soeharto.
Mahasiswa menuntut Soeharto untuk segera mundur dari kursi jabatan Presiden. Kalimat “Turunkan Harga” juga diartikan “Turunkan Soeharto dan Keluarga”. Kekuasaan keluarga Soeharto saat itu dianggap sangat menggurita.
MPR hasil Pemilihan Umum pada tahun 1997 dianggap MPR paling buruk keanggotaannya. Anak, menantu, adik, ipar, dan sanak saudara Soeharto, serta anak, istri, saudara kerabat Soeharto duduk sebagai anggota MPR.
Halimah Trihatmodjo, Hutomo Mandala Putra, Bambang Trihatmojo, Sudwikatmono, Sukamdani S. Gitosardjono, Probosutedjo dan berserta sanak saudara keluarga Soeharto lainnya tercatat sebagai anggota MPR. Masyarakat menyebutnya sebagai MPR AMPII, yakni Anak, Menantu, Ponakan, Istri dan Ipar.
Anggota MPR 1997 terdiri dari 1000 orang. Mereka berasal dari 500 anggota DPR dan 500 utusan golongan, organisasi dan daerah. Ke 500 anggota DPR tersebut terdiri dari 325 orang Golong Karya (Golkar), 89 orang Partai Persatuan Pembangunan (PPP), 11 orang Partai Demokrasi Perjuangan (PDI) dan 75 orang berasal dari ABRI. Sementara 500 orang yang berasal dari utusan golongan, organisasi, dan daerah lainnnya ditentukan oleh pemerintah.
Komposisinya utusan golongan 100 orang, utusan organisasi 231 orang. Sedangkan dari Golkar 163, PPP 45, dan PDI 5 orang. Selain itu ada Golongan Karya ABRI 38 orang dan utusan daerah 149 orang. Artinya bisa dikatakan dari 1000 anggota MPR tahun 1997, 850 orang diantaranya ditentukan oleh Soeharto.
Amarah mahasiswa tidak hanya karena nepotisme besar-besaran yang dilakukan oleh Soeharto. Krisis ekonomi tahun 1997 yang berkempanjangan juga menjadi pemicu unjuk rasa dimana-mana.
(Selanjutnya baca: Perlawanan Membara dari Balik Kampus)