REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Nasihin Masha
Judul itu merupakan pertanyaan pokok kita semua. Jika kita sudah bisa bersepakat bahwa pidato Yamin yang otentik tak memuat usulan lima dasar dan pidato Soepomo juga tak memuat usulan lima dasar, maka Sukarno merupakan satu-satunya yang mengusulkan lima dasar dan bahkan memberinya nama Pancasila. Lalu apakah pidato Sukarno pada 1 Juni 1945 bisa dinilai sebagai pidato kelahiran Pancasila?
Sebagian ada yang berpendapat tidak bersepakat. Ini semata-mata karena rumusan Pancasila pada 1 Juni berbeda dengan rumusan Pancasila pada 18 Agustus 1945. Apalagi pada pidato tersebut, Sukarno menyatakan bahwa jika lima sila itu terlalu banyak maka bisa diperas menjadi trisila. Jika tiga sila masih dinilai terlalu banyak juga maka cuma ada satu sila, ekasila. Padahal setelah 18 Agustus, sudah tidak ada lagi tiga sila atau satu sila tersebut. Karena hal itu tak ada dalam keputusan resmi.
Penolakan ini sesuatu yang wajar belaka. Apalagi pada tahun-tahun berikutnya, Sukarno masih tetap berpidato tentang tiga sila dan satu sila.
Seperti ditegaskan Nugroho Notosusanto, “Jadi kalau ada orang yang mengatakan bahwa tanggal 1 Juni 1945 adalah hari lahir Pancasila maka kita harus menanyakan terlebih dahulu: Pancasila yang mana?” Bahkan Nugroho menyatakan tentang pentingnya “pengamanan” Pancasila. “Ibaratnya Pancasila itu merknya, isinya dapat saja ditukar dengan isi lainnya,” katanya. Hal itu ia rujuk pada kenyataan praktik Demokrasi Terpimpin yang menerima komunisme yang bisa dinilai bertentangan dengan Pancasila.
AG Pringgodigdo juga mempunyai pendapat yang sama. Menurutnya, “Perumusan dalam pembukaan UUD 1945 itu berbeda dengan perumusan yang diberikan oleh Bung Karno pada 1 Juni 1945. Berhubung dengan itu maka tidak benar bahwa Pancasila lahir pada tanggal 1 Juni 1945...1 Juni bukan hari lahir Pancasila tapi lahirnya pemakaian istilah Pancasila.”