REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Abdullah Sammy
Orde Baru merespons segala tindak tanduk 'anak metal' pada awal 1990-an. Pecahnya kerusuhan usai konser Metallica 1993 dipandang rezim itu sebagai sebuah bentuk pemberontakan aturan. Orde Baru menilai, tren kekerasan dan pemberontakan pemuda di awal 1990-an ini adalah sebuah efek dari melunturnya peran institusi keluarga.
Frans Huesken lewat bukunya Orde Zonder Order mengutip pernyataan Soeharto tentang kecenderungan merosotnya moral pemuda Indonesia pada awal 1990-an. "Karena tidak setiap orang tua punya waktu untuk mengajarkan moral kepada anak-anak mereka di rumah," ucap Soeharto seperti termuat dalam buku Orde Zonder Order halaman 122.
Huesken juga menuliskan fenomena yang dialami pelajar pada 1990-an itu sebagai fenomena "kesepian di tengah keramaian." Kala itu, ekonomi Indonesia sedang mengalami kemajuan pesat. Hal yang menyebabkan banyak orang tua yang meninggalkan anaknya sendiri di rumah demi bekerja.
Data Biro Pusat Statistik (BPS) mencatat pada 1993 terjadi penambahan angka pekerja di Indonesia. Dari total 73,10 juta pekerja pada 1990 jumlah ini meningkat jadi 76,72 pekerja pada 1993. Ledakan angka pekerja itu memiliki konsekuensi banyak orang tua yang kini tak lagi punya banyak waktu di rumah bersama sang anak.
Jadilah si anak seorang diri dalam mencerna segala budaya asing di radio atau televisi. Mereka yang kesepian ini kemudian terinspirasi. Salah satu budaya yang menginspirasi ini adalah musik metal dengan segala ciri dan ideologinya.
Tak pelak pemuda mengalami pergeseran nilai budaya. Walhasil mereka terinsipirasi dengan ideologi metal dengan memilih memberontak dengan segala kemapanan. Pemberontakan kepada keluarga hingga negara pun mulai dilakukan.