Sabtu 10 Nov 2018 14:14 WIB

Jangan Ragukan Nyali Arek-Arek Suroboyo Lawan Penjajah

Arek-Arek Suroboyo unjuk gigi dengan menjalankan tank di depan Soekarno

Rep: Andrian Saputra/ Red: Karta Raharja Ucu
Pertempuran di Surabaya pada tahun 1945.
Foto: gahetna.nl
Pertempuran di Surabaya pada tahun 1945.

REPUBLIKA.CO.ID, Jangan sekali-kali meragukan nyali arek-arek Surabaya. Mungkin itu pesan yang ingin disampaikan arek-arek Surabaya ketika unjuk kebolehan mengendarai tank saat proklamator RI, Soekarno datang ke kota itu usai pertempuran berdarah di penghujung Oktober 1945. Semangat arek-arek sudah berkobar untuk menggempur tentara-tentara Inggris di kota itu bahkan sebelum pidato Bung Tomo pada 10 November.

Serangan arek-arek ke pos-pos pertahanan Inggris pada 27 Oktober membuat Inggris kalang kabut. Mc Millan dalam The British Occupation of Indonesia menuliskan dalam serangan itu, arek-arek Surabaya membantai sedikitnya 238 serdadu, 16 perwira dan 222 satuan pasukan Inggris lainnya.

Setelah peristiwa itu, Inggris melalui Jendral Christison dan Hawthorn meminta Soekarno datang ke Surabaya untuk menyerukan gencatan senjata. Seruan perundingan gencatan senjata pun diumumkan sekutu melalui radio.

Pada 29 Oktober, Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan Menteri Pertahanan Amir Syarifuddin tiba di Surabaya dengan menaiki pesawat Dakota milik Inggris. Setibanya di Surabaya, Soekarno menggelar pertemuan bersama sejumlah tokoh Surabaya yakni Gubernur Suryo, Dr Mustopo, Residen Sudirman, Dul Arnowo dan Ruslan Abdulgani.

Dalam perbincangan tersebut, tokoh-tokoh Surabaya itu menjelaskan situasi terkini di Surabaya kepada Soekarno dan Hatta. Para tokoh Surabaya itu menyampaikan kepada Soekarno bahwa mereka memilih melanjutkan angkat senjata.

“Dul Arnowo dan Suryo mendesak Soekarno untuk bersikap tegas pada Inggris, tapi Soekarno juga tengah ditekan pihak Inggris, sehingga beliau tetap menyerukan gencatan senjata, sebuah keputusan yang akan merugikan perjuangan Surabaya,” tulis Frank Palmos dalam Surabaya 1945 Sakral Tanahku yang diterjemahkan Johanes Nugroho.

Dalam kondisi itu, Ruslan Abdulgani secara diam-diam berinisiatif memberikan komando kepada arek-arek Surabaya yang berada di luar gedung pertemuan itu. Ruslan ingin menunjukan pada Soekarno bahwa pasukan-pasukan Surabaya mumpuni dan bernyali. Ia pun menginstruksikan arek-arek yang merupakan pejuang-pejuang jalanan untuk mengendarai tank-tank keliling gedung.

Suara tank itu pun membuat Soekarno merasa terganggu. Ia lantas meminta Ruslan memberitahu pengemudi tank agar tak berisik. Ruslan pun mengikuti perintah Soekarno, tetapi secara diam-diam ia menginstruksikan lagi arek-arek untuk menjalankan tank.

“Soekarno akhirnya mengerti maksud Ruslan, tetapi beliau tidak mengubah keputusannya,” lanjut dalam buku Frank. Setelah kedatangan Soekarno ke Surabaya, baku tembak di Surabaya mereda sebelum akhirnya kembali meletus dalam pertempuran 10 November.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement