Kamis 24 Jan 2019 17:45 WIB
Lipsus Jenderal Soedirman

Mengapa Soedirman Jadi Panglima Besar?

Soedirman mengalahkan tokoh-tokoh militer lain yang lebih senior

Jenderal Soedirman di awal tahun 1946
Foto: Wikipedia
Jenderal Soedirman di awal tahun 1946

Oleh: Rizky Suryarandika

Mengapa Soedirman? Mengapa bukan tokoh militer lain yang lebih senior untuk menjadi panglima besar tentara? Saat itu, menurut sejarawan Universitas Indonesia Anhar Gonggong, ada tiga basis militer di tentara republik.

Pertama adalah Pembela Tanah Air (PETA), kedua adalah Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL), dan ketiga adalah laskar-laskar perjuangan milik organisasi masyarakat. Sudah banyak muncul tokoh-tokoh militer. Sebut saja Oerip Soemohardjo (kepala staf umum tentara), Gatot Soebroto, Didi Kartasasmita, dan Jatikusumo. Namun, angin keberuntungan memihak pemuda yang belum genap 30 tahun tersebut untuk menjadi pemimpin tentara rakyat.

Panglima Tentara Keamanan Rakyat yang resmi dan sudah ditunjuk pemerintah saat itu adalah Soepriyadi. Soepriyadi dikenal sebagai pemimpin gerakan pemberontakan PETA di Madiun. Masalahnya, sejak ditunjuk sampai dengan merdeka, dan situasi tentara dalam krisis kepemimpinan, Soepriyadi ini tidak pernah tampil. Belakangan diduga ia tewas terbunuh oleh tentara Jepang.

Pemerintah Soekarno-Hatta dan Perdana Menteri Soetan Syahrir pun meminta harus ada pertemuan seluruh pemimpin tentara untuk menentukan masa depan mereka. Agendanya soal reorganisasi tentara dan agenda sisipan memilih pemimpin tentara. Pertemuan digelar pada 12 November 1945 di Markas Tinggi TKR di Gondokusuman, Yogyakarta.

Hadir selain dari kelompok militer di situ adalah Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sunan Pakubuwono XII, dan Mangkunegoro X. Wakil wilayah dalam pertemuan itu agak pincang. Tercatat, hanya Jawa Barat dan Jawa Tengah yang lengkap perwakilannya. Jawa Timur absen sebab di tengah serbuan tentara Inggris dan Belanda dalam perang 10 November. Perwakilan Sumatra hanya mengirimkan Kolonel Mohammad Noeh, yang mengklaim mewakili enam divisi. Tidak ada wakil dari Kalimantan dan Sulawesi.

Anhar mengatakan, saat itu berdasarkan kalkulasi rasional, kemungkinan Oerip menjadi panglima jauh melampaui Soedirman. Apalagi, Oerip diutus langsung oleh pemerintah untuk mengorganisasi divisi-divisi perang di Jawa dan Sumatra. Oerip unggul dari segi senioritas, kemampuan pengorganisasian, dan kepangkatan sebagai letnan jenderal.

"Soedirman pangkatnya hanya kolonel dan baru beberapa tahun menjadi tentara PETA," kata Anhar saat diwawancarai, pekan lalu.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement