Tabrani dan kaum nasionalis Indonesia dinilai koran Belanda berhasil memperjuangkan pemakaian bahasa Indonesia di Gemeenteraad van Batavia.
Selama 1939, Gemeenteraad van Cheribon (Dewan Kota Cirebon) menghalangi-halangi keinginan penggunaan bahasa Indonesia di sidang-sidang Gemeenteraad. Bataviaasch Nieuwsblad edisi 20 Desember 1939 menyinggung saran pemerintah kota mengenai perlunya membolehkan penggunaan bahasa Indonesia, khusus untuk anggota yang tidak menguasai bahasa Belanda.
Keinginan penggunaan bahasa Indonesia di sidang-sidang dewan kota Cirebon ini menjadi contoh telah meluasnya keinginan pemakaian bahasa Indonesia. Di Batavia, desakan diizinkannya pemakaian bahasa Indonesia di Gemeenteraad van Batavia diajukan oleh Husni Thamrin dan M Tabrani.
Fraksi Vaderlandsche Club menentangnya. Fraksi ini bahkan mengajukan aturan agar bahasa yang boleh digunakan hanya bahasa Belanda dan melarang penggunaan bahasa Indonesia/Melayu.
Baca Juga: Tabrani-kah Penggagas Bahasa Persatuan Indonesia?
Ketegangan di awal tahun 1939 itu ditengahi Thamrin dengan berjanji akan menggunakan bahasa Belanda jika pimpinan menginginkannya. Seperti dilaporkan Bataviaasch Nieuwsblad edisi 4 Januari 1939, Thamrin menolak pemberlakuan secara hukum pelarangan penggunaan bahasa Indonesia dan pewajiban menggunakan bahasa Belanda. Jika bahasa Belanda diwajibkan melalui peraturan tertulis, Thamrin dan Tabrani mengancam mengundurkan diri.
Koran Bataviaasch Nieuwsblad memuat laporan perjuangan penggunaan bahasa Indonesia di Dewan Kota Batavia di halaman satu edisi 4 Januari 1939. (Foto tangkapan layar)
Sepuluh bulan kemudian, Tabrani meminta izin lagi dibolehkan menggunakan bahasa Indonesia, di saat Thamrin absen mengikuti sidang pembahasan anggaran 1940, 18 Desember 1939. "Dengan demikian, janji dilanggar tadi malam," tulis koran malam Bataviaasch Nieuwsblad edisi 19 Desember 1939.
"Pak Thamrin tidak ada di sana, dan karenanya Pak Tabrani sebagai pemimpin Parindra diberi tugas menjelaskan permintaan menggunakan bahasa Melayu," lanjut Bataviaasch Nieuwsblad.
"Apa itu bahasa Indonesia?" tanya Ketua Dewan seperti dikutip Het Nieuws van Den Dag voor Nederlandsch-Indie edisi 19 Desember 1939.
"Bahasa Melayu," jawab Tabrani.
"Bahasa Melayu yang mana?" tanya Ketua Dewan.
"Bahasa Melayu sederhana," jawab Tabrani.
Bahasa Melayu sederhana yang dimaksud Tabrani adalah Melayu pasar yang selama ini telah dipakai oleh orang-orang non-Melayu Riau. Cohen dari Fraksi Vaderlandsche Club menailai permintaan Tabrani ini sangat berlebihan. Cohen mengingatkan janji awal tahun untuk menggunakan bahasa Belanda.
Jika pemakaian bahasa Indonesia dimunculkan kembali, Vaderlandsche Club mengancam akan memunculkan kembali pengaturan tertulis pewajiban pemakaian bahasa Belanda. Ketua sidang pun mengatakan pemakaian bahasa Indonesia tidak praktis, karena terjemahan singkat dalam bahasa Belanda tidak memadai untuk memahami keseluruhan perkataan yang disampaikan dalam bahasa Indonesia.
Tabrani menolak tuduhan pengingkaran janji di awal tahun. Kali ini ia mengajukan pemakaian bahasa Indonesia karena tuntutan perkembangan bahasa Indonesia yang semakin meluas pemakaiannya dalam 10 bulan terakhir.
Ketua Dewan dan Fraksi Vaderlandsche Club mengakui mereka memiliki hak berbicara dalam bahasa Indonesia. "Kami percaya, itulah yang dimaksud Tuan Thamrin dan Tuan Tabrani ketika mereka mengatakan 10 bulan lalu bahwa akan menggunakan bahasa Belanda jika diminta," tulis Bataviaasch Nieuwsblad edisi 20 Desember 1939 di bawah judul "Bahasa yang Tidak Ada" (De taal die niet bestaat). Koran ini menilai usaha Tabrani dan kaum nasionalis Indonesia berhasil.