REPUBLIKA.CO.ID, Menengok sejarah penjajahan di Indonesia, tidak bisa lepas dari alasan kedatangan Belanda ke Tanah Air. Saat itu, Indonesia memiliki sebutan Timur Jauh.
Pemerhati warisan budaya kolonial, Lilie Suratminto mengisahkan penjelajahan Belanda ke Indonesia diawali dari keberadaan Compagnie van Verre atau Kongsi Dagang Belanda. Kongsi dagang dari Belanda itu bertugas mengangkut barang dari Lisbon, Portugis (Portugal).
“Selama 100 tahun (kedatangan Belanda) nyaman saja (di Indonesia). Karena Belanda sebagai penghubung Lisbon dengan negara Eropa utara,” kata Lilie dalam kegiatan Pindah Tongkrongan (Pintong) ke Museum Bahari-Menara Syahbandar, di kawasan Jakarta Utara, beberapa waktu lalu.
Belanda menjajakan dagangan seperti misum, persenjataan, garam. Kegiatan jual beli itu berlangsung biasa dan tenang. Saat itu, Belanda belum menjadi kerajaan, masih republik serikat.
Namun, karena adanya perang dengan Spanyol, Belanda mengalami reformasi. Selain itu, Kerajaan Portugis dipersatukan dengan Kerajaan Spanyol. Kondisi itu berimbas hubungan dengan Indonesia. Kamar dagang Spanyol di Lisabong tutup.
Belanda yang merasa terdesak, memutuskan mencari jalan keluar. Awalnya mereka ke utara. Namun, mereka berhadapan dengan kondisi cuaca dingin hingga semua perbekalan menjadi es. Belanda terjebak di sebelah utara Rusia. Akhirnya mereka juga kehabisan perbekalan.
Tentara VOC
Usaha kedua, Belanda melalui jalur selatan karena takut dengan Spanyol dan Portugal. Mereka sengaja menghindari Spanyol dan Portugal.
Saat itu, seorang Belanda yang bekerja pada Portugis, Jan Huygen van Linschoten mencuri dan menyalin rute perjalanan dari Portugal. Dia mencetak dan menjual rute curiannya itu pada Compagnie van Verre. Kolonialisme dimulai pada abad ke-15 di Indonesia.
Kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia dipimpin Cornelis de Houtman. Sebelum datang ke Indonesia, dia dikirim ke Lisbon untuk mempelajari rute ke “pulau rempah” selama enam bulan. Belanda memerlukan rempah-rempah.
Ekspedisi Houtman ke Timur Jauh berlangsung selama satu tahun lamanya. Dia memulai peralanan dari ujung selatan Afrika sampai ke Banten pada 1596.
“Sayangnya mereka kasar, jadi banyak ditolak,” ujar Lilie.
Kemudian, Cornelis de Houtman dan saudaranya, Frederick de Houtman kembali ke Indonesia pada 1598. Ekspedisi kali ini dilakukan dalam jumlah besar.
Houtman dan rombongan mendarat di Aceh. Awalnya, masyarakat menyambut baik kedatangan rombongan wong Londo (orang Belanda) itu. Namun, karena terjadi konflik, Houtman dan saudaranya ditangkap. Houtman dipenggal kepalanya di Aceh. Sementara saudaranya, Frederick menjadi tahanan Kerajaan Aceh.
Dalam tahanan, Frederick menulis bahasa-bahasa yang pernah dia dengar di Indonesia, seperti Sunda, Jawa, Aceh. Sementara, bahasa yang digunakan selama proses jual beli yakni, bahasa Melayu.
“Dia menyusun kamus, mengumpulkan kosakata dan perdagangan. Dia dipenjara selama 26 bulan. Kemudian, ditebus saudagar Belanda,” kata Lilie.
Tulisan Frederick dicetak di Amsterdam. Buku itu menjadi kamus pertama dalam bahasa Belanda. Pemerhati sejarah Batavia, Andy Alexander menjelaskan Belanda berbondong-bondong ke Indonesia hanya demi membawa rempah-rempah, khususnya pala dan lada hitam.
“Kenapa jauh-jauh ke sini? Karena saat itu, segenggam lada hitam sama dengan segenggam emas,” ujar Andy.
Berdasarkan catatan yang pernah dia baca, pernah ada tiga kapal VOC pulang membawa rempah-rempah dari Indonesia. Namun dalam perjalanan, sebanyak dua kapal karam dan tinggal satu yang sampai ke Belanda.
“Satu kapal itu saja mereka untung (dengan bawaan rempah-rempah), apalagi kalau tiga-tiganya,” ucap Andy.