Sabtu 22 Jun 2019 18:01 WIB

Fakta Sejarah di Balik 22 Juni Jadi Hari Kelahiran Jakarta

Kelahiran Jakarta adalah benturan Kesultanan Demak, Kerajaan Pajajaran, dan Portugis

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Karta Raharja Ucu
Kapal-kapal bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Minggu (5/2). (Republika/Prayogi)
Kapal-kapal bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Minggu (5/2). (Republika/Prayogi)

Tepat pada 22 Juni 2019, Jakarta berusia 492 tahun. Tidak hanya kotanya yang penuh sejarah, penetapan hari ulang tahunnya (HUT) pun begitu.

Sejarawan Alwi Shahab mengatakan penetapan tanggal dan bulan lahir kota Jakarta pernah diperdebatkan dua profesor. Tahun kelahiran kota Jakarta, yakni 1527, pertama kali ditetapkan Prof Dr PA Hussein Djajaningrat dalam disertasi berjudul Critische Beschouwaring van den Sejarah Banten yang dipertahankan di Universitas Leiden, Belanda.

Menurut Abah Alwi, sapaan Alwi Shahab, disertasi Prof Hussein itu menyatakan Jayakarta diartikan volbrachtezege atau kemenangan yang selesai, setelah direbut dari Kerajaan Pajajaran, sekaligus mengusir Portugis. Fatahillah yang merupakan ipar Sultan Demak, Tranggono diyakini sebagai pemimpin gerakan perebutan Jayakarta, yang saat itu bernama Sunda Kelapa.

Abah Alwi menyebut, jika disimpulkan, kelahiran Jayakarta merupakan benturan tiga kekuatan, yakni Kesultanan Demak, Kerajaan Pajajaran, dan Portugis.

Abah Alwi mengatakan Hamis Algadri menyebut Pajajaran yang merupakan kerajaan Hindu, telah mengadakan perjanjian persahabatan dan perdagangan dengan Portugis.  Sementara itu, guru besar sejarah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Prof Dr Sukanto pernah menulis sebuah risalah berjudul Dari Djajakarta ke Djakarta.

Dalam surat itu, Prof Sukanto mencoba melengkapi tahun kelahiran Jakarta, dengan tanggal dan bulan. Abah Alwi mengatakan Prof Sukanto yang menentukan 22 Juni 1527 sebagai hari lahir Jakarta.

Abah Alwi mengatakan Prof Sukanto menduga hari lahir kota Jayakarta (Jakarta) 22 Juni 1527 bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi. Pendapat itu, dia melanjutkan, diterima Pemda DKI Jakarta Raya sebagai hari lahir resmi kota Jakarta. HUT Jakarta baru dirayakan sejak 1957 pada masa Wali Kota, Sudiro.

photo
Makam Pangeran Jayakarta, di Masjid Assalafiyah, Jalan Jatinegara Kaum, Jakarta Timur. (Aditya Pradana Putra/Republika)

Prof Hussein Djajaningrat mengaitkan hari lahir Jakarta dengan peristiwa saat Fatahilah mengusir armada Portugis. Kebetulan, saat itu merupakan hari peringatan Maulid Nabi, 12 Rabiul Awal yang jatuh pada 1 Juni 1527.

Pendapat lain muncul dari sejarawan Adolf Heyken SJ. Menurut abah Alwi, Adolf beranggapan hari jadi Jakarta hanya sebuah dogeng. Alasannya, Adolf menganggap tak ada dokumen yang menyebutkan nama Jayakarta. Bahkan, 50 tahun sesudahnya, (saat VOC berkuasa), kota itu tetap disebut Sunda Kalapa.

Adolf mengatakan Fatahillah merupakan keturunan Arab, maka tidak mungkin memberi nama sesuatu dengan bahasa sansekerta. Jayakarta adalah nama sanksekerta. Sehingga, Adolf meyakini hari lahir Jakarta hanya dongeng supaya Jakarta memiliki peringatan ulang tahun.

Abah Alwi mengatakan nama Jakarta ditetapkan Jepang pada 8 Desember 1942. Sejak saat itu, pemerintah militer Jepang melarang digunakannya nama Batavia.

photo
Kota Batavia di masa lalu saat VOC mempunyai kantor perwakilan

Budayawan JJ Rizal mengatakan penetapan HUT Jakarta harus dilihat dalam konteks politik. Alasannya, penetapan tersebut merupakan permintaan Wali Kota, Sudiro, ketika mulai menjabat pada 1953.

JJ Rizal mengatakan, sebagai salah satu syarat menjadi ibu kota negara, maka Jakarta harus memiliki tanggal kelahiran. Saat itu, dia menjelaskan, Sudiro menugaskan Prof Sukanto mencari catatan yang menunjukkan tentang hari kelahiran Jakarta. Satu-satunya data yang menyebutkan tahun kelahiran Jakarta pada 1527, yaitu bersumber dari Prof Dr PA Hussein.

JJ Rizal mengatakan, penetapan 1527 sebagai tahun kelahiran Jakarta, didasarkan pada cerminan semangat nasionalisme antikolonial. Sebab, saat itu, kekuatan pribumi Islam mampu mengusir kekuatan Eropa. Sementara itu, menurut dia, menariknya tidak ada catatan yang membahas tanggal dan bulan kelahiran Jakarta. Hal itu yang menurut dia, menjadi polemik penetapan HUT Jakarta.

Kendati demikian, JJ Rizal mengajak berbagai pihak, lebih fokus pada visi politik dari HUT Jakarta. Menurut dia, visi ulang tahun Jakarta adalah mengembalikan Jakarta, tidak hanya sebagai kota daratan, tetapi juga kota maritim. Sebab, dia melihat Jakarta hanya berfokus pada kawasan daratan selama ini.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement