REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Lebih dari 200 tahun sebelum Indonesia merdeka, wilayah Depok yang kini menjadi pemerintah adiminstratif kota Depok ternyata telah memiliki pemerintahan otonom. Pemerintahan Otonom wilayah Depok ini berkat jasa seorang pengusaha kaya asal Belanda bernama, Cornelis Chastelein dengan 12 marga dari keluarga budaknya. Dari Cornelis Chastelein inilah lahir para Sinyo dan Noni Belanda pribumi dari Kaoem Depok atau lebih dikenal dengan ‘Belanda Depok’.
Kisah Sinyo dan Noni dari Kaoem Depok ini tidak lepas dari perjalanan hidup Cornelis Chastelein. Terlahir sebagai anak ke delapan dari keluarga Chastelein, lahir pada 10 Agustus 1657 di Amsterdam. Pada umur 17 tahun, Cornelis Chastelein berlayar ke Batavia, Hindia Belanda. Selama beberapa tahun di Batavia, dikabarkan Cornelis Chastelein bekerja pada VOC, dimulai sebagai Ambteenar atau pegawai negeri biasa.
Jenjang kariernya naik dengan sangat cepat, mulai dari akuntan pemegang buku, naik menjadi pembantu saudagar, hingga akhirnya berstatus menjadi saudagar besar (Grootwinkelier) atau Kepala Pembelian di Kastil Batavia (Yona Jonathans, ‘Depok Tempo Doeloe’, 2011: 30). Karier puncaknya bekerja di VOC pada 1682, ketika itu ia usai menikah dan menjadi Kepala Saudagar tingkat dua di Kastil Batavia (Tweede Opperkoopman des Casteel van Batavia), saat itu direktur jenderal VOC dipimpin oleh Joan van Hoorn.
Namun cara penindasan dan penyiksaan yang dilakukan VOC kepada kaum pribumi, demi mendapatkan keuntungan yang besar, ternyata tidak sesuai keinginan Cornelis Chastelein. Ia akhirnya memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai pegawai VOC.
Cornelis Chastelein mengundurkan diri atas alasan sakit, tetapi sebenarnya ia tidak sepakat dengan kebijakan politik dagang VOC yang kemudian dipimpin Gubernur Jendral van Outshoorn saat itu. Dalam perjalanannya, pada 1693 Cornelis kemudian mulai membeli sebidang tanah untuk pertanian.
Tanah pertama yang ia beli berada di wilayah Weltevreden, atau yang sekarang dikenal sekitaran wilayah Stasiun Gambir, Lapangan Banteng dan Pasar Senen. Ia juga membeli tanah di daerah Sringsing, atau kini dikenal Srengeng dekat Jagakarsa dan Lenteng Agung, Jakarta Selatan.