Rabu 05 Jun 2024 17:20 WIB

Mendorong Konsumen Berdaya Agar Ekonomi Digital Berkembang

Peningkatan literasi konsumen digital merupakan bentuk pemberdayaan konsumen.

Rep: Antara/Erik PP/ Red: Erik Purnama Putra
Diskusi untuk menjadikan konsumen berdaya dalam ekosistem e-commerce.
Foto: Republika.co.id
Diskusi untuk menjadikan konsumen berdaya dalam ekosistem e-commerce.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Heru Sutadi melihat edukasi dan sosialisasi kepada konsumen agar menjadi konsumen yang berdaya sama pentingnya dalam meningkatkan kualitas layanan, kemampuan digital, dan pemenuhan hak konsumen oleh pelaku usaha di ekosistem e-commerce.

Heru menjelaskan, pada 2024, pemerintah menargetkan Indeks Keberdayaan

Konsumen (IKK) meningkat dari 57,04 yang masih dalam tahap mampu menjadi kritis dengan nilai minimal 60. Guna menyambut Indonesia Emas, diharapkan IKK Indonesia juga sudah mencapai angka di atas 80 yang artinya masyarakat konsumen kita juga kian berdaya.

"Inovasi, kolaborasi, dan edukasi menjadi kata kunci agar ekonomi digital berkembang, pelaku usaha mendapat cuan dan tentunya konsumen juga dilindungi dan dipenuhi hak-haknya," kata Heru dalam diskusi 'Urgensi Pemberdayaan Konsumen di Ekosistem Ekonomi Digital' di Jakarta, Rabu (5/6/2024).

Menurut dia, e-commerce sejatinya merupakan bentuk ekonomi kerakyatan

sesungguhnya, yang selama ini ternyata kita cari. Dengan e-commerce, kata Heru, semua bisa menjadi penjual produk atau jasa sehingga menjadi penggerak ekonomi.

"Sebagai sesuatu yang baru dan proses penjualan yang baru dan berkembang dengan banyak adopsi teknologi baru, pelaku usaha-penjual, reseller maupun platform dan konsumen sama-sama menghadapi tantangan baru. Agar bisnis berkembang serta kepercayaan konsumen terjaga dan bahkan meningkat, semua stakeholder harus saling bekerja sama agar e-commerce berkembang," ucap Heru.

Deputy Chief Customer Officer Lazada Indonesia, Farid Suharjo menjelaskan tantangan yang dihadapi dalam 'mendewasakan' pasar digital Indonesia masih cukup rumit. "Mungkin karena konsumen Indonesia masih terbilang baru terhadap banyak aktivitas ekonomi digital, maka masih membutuhkan waktu, serta literasi yang baik tentang bagaimana memanfaatkan teknologi digital secara baik dan benar," kata Farid.

Direktur Pemberdayaan Konsumen Ditjen PKTN Kemendag, Chandrini Mestika Dewi menyebut, peningkatan literasi konsumen digital merupakan salah satu

bentuk pemberdayaan konsumen. "Edukasi dan sosialisasi sangatlah

penting untuk merespons perubahan pola aktivitas perdagangan yang berbasis aktivitas digital saat ini," ucap Chandrini.

Asosiasi pelaku industri niaga elektronik Indonesia, idEA menyatakan, komitmen untuk melindungi konsumen mesti dimiliki oleh seluruh pengimpor barang-barang berlabel luar negeri dengan menaati Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023.

Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik mengatur perdagangan lintas negara dengan perniagaan elektronik (e-commerce), yakni penjualan langsung ke konsumen dibatasi minimal 100 dolar AS. Hal itu tertuang dalam Pasal 19 ayat (1).

"Sejak ada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023, maka barang impor yang dijual langsung ke konsumen lewat platform, itu dibatasi minimal 100 dolar AS," kata Wakil Ketua Umum idEA, Budi Primawan.

Poin utamanya adalah mengenai barang impor yang masih saja dijual di lokapasar (marketplace) di Indonesia, pengawasan mestinya saat barang akan masuk ke Indonesia (on border). Bukan pada saat barang itu sudah melintas masuk (post-border).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement